BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Energi
merupakan komponen utama dalam sebuah kegiatan makhluk hidup di bumi. Sumber
energi yang utama bagi manusia adalah sumber daya alam yang berasal dari fosil,
sehingga manusia cemas dengan berkurangnya sumber energi ini. Dengan fenomena
pengurangan sumber energi ini, merangsang manusia berusaha melakukan
penghematan dan mencari sumber energi pengganti. Usaha dalam mencari sumber energi alternatif harus berdasarkan
pada bahan baku yang mudah diperoleh, mudah diperbaharui dan produknya mudah
dipergunakan oleh seluruh manusia. Dengan adanya krisis energi menunjukkan
bahwa konsumsi energi telah mencapai tingkatan yang cukup tinggi. Seperti yang
kita ketahui, minyak bumi adalah sumber energi yang tidak dapat diperbaharui,
tetapi dalam kehidupan sehari-hari bahan bakar minyak menjadi pilihan utama
sehingga dapat mengakibatkan menipisnya cadangan minyak bumi (Ndraha, 2009).
Minyak
tanah di Indonesia yang selama ini bersubsidi menjadi beban yang sangat berat
bagi pemerintah Indonesia karena nilai meningkat pesat menjadi lebih 49 triliun
rupiah pertahun dengan penggunaan kurang lebih 10 juta kilo pertahun. Hal ini
berdampak pada naiknya harga minyak bumi dipasar global, menjadikan harga
minyak tanah sebagai konsumsi publik yanng besar, langka dan mahal di pasaran
(Yusuf, 2010).
Zaman
energi murah dan melimpah telah tinggal sebagai cerita belaka karena sekarang
dunia telah memasuki zaman energi mahal dan langka. Kelangkaan energi akan
terasa lebih berat pada masa-masa mendatang sedang masa sekarang pun telah
terlihat adanya gejala tidak seimbangnya tingkat permintaan dan penyediaan energi
(Sudibyo dalam Ndraha,2009). Menurut
Suryo dan Armando (dalam Sekianti 2008)
distribusi bahan bakar minyak (BBM) untuk memasok kebutuhan masyarakat terpencil,
khususnya minyak tanah masih belum jelas. Selain itu fluktuasi harga minyak
tanah akibat tidak adanya patokan harga yang tidak jelas antara satu daerah
dengan daerah yang lainnya yang semakin menyulitkan konsumen. Peningkatan harga
BBM menyebabkan sumber energi ini menjadi
tidak murah lagi. Selain BBM, sumber energi lain yang mengalami peningkatan
harga adalah gas elpiji. Oleh karena itu perlu diciptakan sumber energi lain
yang dapat digunakan untuk mengganti peran minyak tanah dan gas.
Beberapa
jenis sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan antara lain energi
matahari, energi angin, energi panas bumi, dan energi biomassa. Diantara energi
alternatif yang menjadi prioritas dalam
pengembangannya adalah energi biomassa, dimana indonesia merupakan negara
agraris yang banyak menghasilkan limbah pertanian
(tempurung kelapa dan kulit kakao) yang belum termanfaatkan dengan baik.
Namun
pemanfaatan sampah biomassa itu sendiri kurang efektif dikarenakan masih
memiliki kandungan kadar air yang tinggi, densitas rendah, kadar abu yang
tinggi dan kalor yang rendah. Sehingga perlu diolah kembali untuk menghasilkan
bahan bakar yang lebih efisien. Sampah biomassa dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif dengan berbagai macam proses seperti anaerobic digestion, gasifikasi,
pirolisa, pembriketan maupun dibakar secara langsung. Namun dari berbagai cara
yang telah dikembangkan peneliti memilih proses pembriketan karena alat dan
teknologi yang digunakan relatif sederhana dan murah, nilai kalor yang cukup
tinggi serta dapat dikembangkan di masyarakat luas. Sebagai negara yang
terletak didaerah tropis, Indonesia merupakan negara produsen kelapa, hampir
semua tempat khususnya dikawasan pantai dan lahan pertanian dapat dijumpai
tanaman kelapa dan kakao yang ditanam oleh petani rakyat.
Dengan
adanya limbah pertanian yang melimpah yang merupakan bahan pembuatan energi
biomassa yang merupakan sumber alternatif dengan kandungan energi yang relatif
besar. Limbah pertanian tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar padat
buatan yang lebih luas penggunaannya sebagai bahan bakar alternatif yang
disebut briket. Maka dari itu penulis
mengemukakan judul “Analisis
Perbandingan Sifat Fisis Briket Arang Tempurung Kelapa dan Arang Kulit Kakao” .
Dimana
proses pembriketan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah pertanian
(tempurung kelapa dan kulit kakao). Diharapkan dengan adanya sistem pembriketan
dari limbah pertanian (tempurung kelapa dan kulit kakao) dapat menggantikan
bahan bakar yang harganya cukup mahal, serta mampu mengurangi timbunan limbah
yang kian bertambah.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini bagaimana
perbandingan sifat fisis briket arang tempurung kelapa dan arang kulit
kakao yang dihasilkan?
1.3
Tujuan Penelitian
Dari
rumusan masalah diatas terdapat tujuan yang ingin dicapai yaitu: untuk
mengetahui sifat fisis briket arang yang
dihasilkan. Dimana perbandingan
komposisi bahan antara arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao yakni (75:25, 50:50, 25:75) terhadap pengujian sifat
fisik (kadar air dan densitas) dan sifat mekanik (stabilitas dan drop
test).
1.3
Manfaat
Penelitian
1. Sebagai
bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo.
2. Sebagai
literatur penelitian yang dapat bermanfaat bagi masyarakat yang hubunngannya dengan
teknologi tepat guna briket arang.
3. Sebagai
informasi penting dalam rangka usaha peningkatan kualitas hasil briket.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teori
1. Bahan Bakar
Bahan
bakar adalah istilah popular media untuk menyalahkan api. Bahan bakar dapat
bersifat alami (langsung dari alam), tetapi juga bersifat buatan (diolah dengan
teknologi). Bahan bakar alami misalnya kayu bakar, batu bara dan minyak bumi.
Bahan bakar buatan misalnya gas alam cair dan listrik. Namun,sebenarnya listrik
tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena langsung menghasilkan panas.
Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari proses pembakaran, disamping
cahaya akibat nyala (Ismun, 1993).
Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan
bahan bakar makin lama semakin mahal. Semakin tinggi teknologi yang digunakan
untuk mengolah bahan bakar, maka makin tinggi pula harganya. Demikian pula,
makin langka bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan bahan bakar, maka harga
akan semakin mahal. Akibat langsung jika
meggunakan bahan bakar semacam ini adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak
banyak orang mmampu memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalkan Liquefied Natural Gas (LNG) tidak banyak terjangkau oleh masyarakat desa
atau pedagang kecil yang memerlukan bahan bakar.
2. Biomassa
Biomassa
didefenisikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan atau sisa hasil
pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar. Biomassa merupakan sumber energi
yang dapat diperbaharui dan dapat dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar. Secara
umum sumber-sumber biomassa antara lain tempurung kelapa, kulit buah kakao, tongkol
jagung, jerami dan lain sebagainya; material kayu seperti kayu dan kulit kayu,
potongan kayu dan lain sebagainya; sampah kota seperti sampah kertas dan
tanaman sumber energi seperti minyak kedelai, alfalta dan lain sebagainya (Ndraha,
2009).
Menurut
Silalahi (dalam Ndraha 2009) biomassa adalah campuran material organik yang
kompleks, biasanya terdiri dari lemak, karbohidrat, protein dan beberapa
material lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium, dan besi.
Komponen utama biomassa adalah karbohidrat (berat kering kira-kira 75%), lignin
(sampai dengan 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda.
Keuntungan penggunaan biomassa untuk sumber bahan bakar adalah keberlanjutan.
Keterbatasan dari biomassa adalah banyaknya kendala dalam penggunaan bahan
bakar kendaraan mobil.
Biomassa
merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja
sebagai sel surya, menyerap energi matahari yang mengkonversi dioksida karbon
dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa ini
dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversikan
menjadi suatu produk lain. Energi yang tersimpan itu dapat dimanfaatkan dengan
langsung membakar kayu, panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak atau keperluan
lainnya (Ndraha, 2009).
Potensi
biomassa di Indonesia cukup tinggi. Dengan hutan yang luas, setiap tahun
diperkirakan terdapat limbah kayu yang terbuang dan belum dimanfaatkan,
demikian pula dengan limbah pada sektor pertanian dan perkebunan yaitu limbah
jerami, sekam, kulit buah kakao, tempurung kelapa dan lain sebagainya yang
belum mampu diolah semaksimal mungkin yang merupakan sumber energi biomassa
yang memiliki potensi cukup besar dalam perkembangannya.
a.
Tempurung
Kelapa
Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan,
tanaman kelapa dimasukkan kedalam klasifikasi sebagai berikut
Kingdom : Plantae
(tumbuh-tumbuhan)
Divisio : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub
divisio : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas
: Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo
: Falmales
Familia
: Palmae
Genus
: Cocos
Spesies
: Cocos nucifera L.
Kelapa
(Cocos Nucifera) merupakan salah satu
anggota tanaman falma yang paling dikenal dan banyak tersebar didaerah tropis.
Pohon kelapa merupakan jenis tanaman berumah satu dengan batang tanaman tumbuh
lurus keatas dan tidak bercabang. Tinggi pohon kelapa dapat mencapai 10-14 meter,
daunnya berpelepah dengan panjang 3-4 meter dengan sirip-sirip lidi yang
menopang tiap helainya.
Pada
umumnya tanaman kelapa mulai meghasilkan buah pada umur 3-4 tahun. Semakin tua
umurnya jumlah buah berangsur-angsur semakin lebat dan mencapai pembuahan yang
maksimal pada umur 15-20 tahun. Pemanenan buah kelapa dilakukan pada buah
kelapa yang sudah masak (tua) dipohon. Buah kelapa masak (tua) ditandai dengan
penampakan sabut mulai mengering, tempurung berwarna hitam, air kelapa mulai
berkurang, berat buah menurun, pembentukan putih lembaga sempurna (padat).
Penyimpanan
sementara buah kelapa pasca panen memberikan keuntungan antara lain, memudahkan
upaya pelepasan sabut, menambah kemasakan buah sehingga mutu kelapa dan hasil
kopra lebih tinggi, memudahkan pelepasan daging buah kelapa dari tempurungnya,
meningkatkan ketebalan daging buah, meningkatkan kualitas tempurung kelapa dan
sabut yang dihasilkan.
Tabel 1. Komposisi kimia tempurung kelapa
Unsur Kimia
|
Kandungan %
|
Sellulosa
|
26.60
|
Pentosan
|
27.00
|
Lignin
|
29.40
|
Kadar abu
|
0.60
|
Solvent Ekstraktif
|
4.20
|
Uronat anhydrad
|
3.50
|
Nitrogen
|
0.11
|
Air
|
8.00
|
(Suhardiyono,
1995)
Tempurung
kelapa terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut kelapa. Pada bagian pangkal
tempurung kelapa terdapat 3 buah lubang tumbuh (ovule) yang menunjukkan bahwa bakal buah asahnya berlubang 3 dan
yang tumbuh biasanya satu buah. Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan
ketebalan antara 3 mm sampai 5 mm. Sifat kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan
silikat (SiO2) yang terdapat pada tempurung tersebut. Berdasarkan
berat total kelapa, antara 15 % sampai 19 % merupakan berat tempurungnya.
Selain itu tempurung kelapa juga banyak mengandung lignin. Sedang kandungan methoxyl
dalam tempurung kelapa hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu.
Pada umumnya, nilai kalor yang terkandung dalam tempurung kelapa adalah
berkisar antara 18200 Kj/Kg hingga 19338.05 Kj/Kg (Palungkun, 1999).
b.
Kakao
Kakao
(Theobroma Cacao.L) merupakan
komoditas primadona masyarakat Sulawesi Selatan. Menurut Badan Pusat Statistik
(BPS) Sulawesi Selatan, luas pengembangan kakao di Sulawesi Selatan pada tahun
2009 mencapai 250.233 ha dengan hasil produksi 133.300 ton. Sulawesi Selatan
mampu menyumbangkan kebutuhan kakao nasional sebesar 27% dari total kebutuhan
nasional sebesar 795.581 ton. Tanaman kakao merupakan salah satu genus Theobroma. Secara garis besarnya
sistematika kakao adalah
Divisio
: Spermatophyta
Kelas
: Docutyledone
Ordo
: Malvaies
Familia
: Sterculiceoe
Genus
: Theobroma
Spesies
: Theobroma Cacao
Berdasarkan
buah segar akan dihasilkan limbah kulit kakao sebesar 75% (Siregar, 1996).
Kulit kakao terdiri dari 10 alur (5
dalam dan 5 dangkal) berselang-seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada
yang kasar, warna buah beragam ada yang hijau, merah muda dan merah tua
(Poedjiwidodo, 1996). Pada waktu muda, biji kakao menempel pada bagian kulit
buah tetapi saat masak atau matang biji akan terlepas dari kulit buah. Buah yang masak akan berbunyi bila
digoncang. Kulit buah kakao mengandung serat-serat yang dapat diolah. Buah
kakao terdiri dari 74% kulit, 2% plasenta, 24% biji.
Pertumbuhan
tanaman kakao banyak dipengaruhi oleh kesuburan tanah, kelembaban, suhu dan
curah hujan. Kulit buah kakao adalah bagian dari buah yang pemanfaatannya masih
terbatas. Umumnya kulit buah kakao dapat dibenamkan kembali kedalam tanah
sebagai penambah unsur hara tanah. Selain itu kulit buah kakao juga dijadikan
bahan pakan ternak karena kandungan protei dan karbohidratnya cukup tinggi.
Pada
perkebunan rakyat pada umumnya kulit buah kakao yang dihasikan dari panen hanya
dibiarkan membusuk di sekitar area perkebunan kakao tersebut. Dimana dalam
proses pembusukan yang terjadi dapat menghasilkan hama-hama yang dapat merusak
dan mengganggu perkembangan serta kelangsungan hidup tanaman kakao. Kulit kakao
mengandung air dan senyawa-senyawa lain. Komposisi kimia kulit buah kakao
bergantung pada jenis dan tingkat kematangan buah kakao itu sendiri.
Tabel 2. Komposisi kulit buah kakao ( pada basis
kering )
Parameter
|
Kandungan (%)
|
Pektin
|
12.67
|
Air
|
5.00
|
Zat padat lainnya
|
82.33
|
(sumber: Anonim, 1993).
3.
Karbonisasi
Proses
pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran berupa abu berwarna
keputihan dan seluruh energi didalam bahan organik dibebaskan. Namun dalam karbonisasi
(pengarangan), energi pada bahan akan dibebaskan secara perlahan. Apabila
proses pembakaran dihentikan secara tiba-tiba ketika api masih membara, bahan
tersebut akan menjadi arang yang berwarna kehitaman. Pada bahan masih terdapat
sisa energi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan memasak,
memanggang dan mengeringkan. Bahan organik yang sudah menjadi arang akan
mengeluarkan sedikit asap dibandingkan dengan dibakar secara langsung menjadi
abu (Kurniawan & Marsono dalam Pabisa, 2013).
Prinsip
proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya kehadiran oksigen,
sehingga yang terlepas hanya bagian volatile
matter, sedangkan karbonnya tetap tinggal didalamnnya. Temperatur
karbonisasi akan sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga
penentuan temperatur yang tepat akan menentukan kualitas arang (Pari &
Hartoyo dalam Pabisa, 2013).
Masturin
(2002), menyatakan arang adalah residu yang berbentuk padatan yang merupakan
sisa dari proses pengkarbonan bahan berkarbon dengan kondisi terkendali di
dalam ruangan tertutup seperti dapur arang. Menurut Sudrajat dan Soleh (1994)
dalam Triono (2006) arang adalah hasil pembakaran bahan yang megandung karbon
yang berbentuk padat berpori. Sebagian besar porinya masih tertutup oleh
hidrogen dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air,
nitrogen dan sulfur.
Peristiwa terjadinya arang dapat terjadi
dengan cara memanasi secara langsung atau tidak
langsung terhadap bahan berkarbon didalam timbunan, klin, oven atau
udara terbuka. Untuk menghasilkan arang umumnya bahan baku dipanaskan dengan
suhu diatas 500 0C. Faktor yang berpengaruh terhadap proses
karbonisasi adalah kecepatan pemanasan dan tekanan. Pemanasan yang cepat sulit
untuk mengamati tahapan karbonisasi yang terjadi dan rendemen arang yang
dihasilkan lebih rendah.
4.
Pengikat
Briket
Pegikat
atau perekat pada pembuatan briket sangat dibutuhkan. Dimana pembriketan pada
tekanan rendah membutuhkan bahan pengikat untuk membantu pembentukan ikatan
diantara partikel biomassa. Perekat atau pengikat berpengaruh terhadap
stabilitas, densitas, kadar abu dan
berat jenisnya. Namun faktor perekat berpengaruh kurang baik terhadap nilai
kalor, kadar air, volatile matter,
dan fixed carbon arang briket batang jagung (Widayat, 2008).
Pada
umumnya perekat yang digunakan pada pembuatan briket arang adalah tepung
tapioka karena banyak terdapat dipasaran dan harganya relatif murah. Perekat
ini dalam penggunaannya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan
bahan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket arang dengan tepung tapioka (kanji) sebagai bahan perekat
akan sedikit menurunkan nilai kalornya bila dibandingkan dengan nilai kalor
kayu dalam bentuk aslinya (Sudrajat & Soleh dalam Capah, 2007).
Perekat
ini dalam bentuk cair sebagai bahan perekat menghasilkan briket arang bernilai
rendah dalam hal kerapatan, keteguhan tekan, kadar abu, dan zat mudah menguap,
tetapi akan lebih tinggi dalam hal kadar air, karbon terikat dan nilai kalornya
apabila dibandingkan dengan briket arang yang menggunakan bahan perekat molase
atau tetes tebu (Sudrajat dalam
Capah, 2007). Menurut Triono (2006) kadar perekat dalam briket arang tidak
boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan penurunan mutu briket arang
yang sering menimbulkan banyak asap. Kadar perekat yang digunakan pada umumnya kurang
lebih dari 5%.
Data
analisa berbagai tepung pati-patian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Daftar analisa bahan perekat.
Jenis tepung
|
Kandungan
|
|||||
Air (%)
|
Abu (%)
|
Lemak (%)
|
Protein (%)
|
Serat kasar (%)
|
Karbon (%)
|
|
Tepung jagung
|
10.52
|
1.27
|
4.89
|
8.48
|
1.04
|
73.80
|
Tepung beras
|
7.58
|
0.68
|
4.53
|
9.89
|
0.82
|
76.90
|
Tepung terigu
|
10.70
|
0.86
|
2.00
|
11.50
|
0.64
|
74.20
|
Tepung tapioka
|
9.84
|
0.36
|
1.50
|
2.21
|
0.69
|
85.20
|
Tepung sagu
|
14.10
|
0.67
|
1.03
|
1.12
|
0.37
|
82.90
|
(Sumber: Anonim, 1989)
Menurut
Gandhi (2010) hasil uji nilai kalor briket arang tongkol jagung dengan bahan
perekat tepung kanji menyatakan bahwa semakin banyak komposisi perekat, nilai
kalornya semakin rendah. Pada penelitian ini penulis menggunakan 20% perekat
guna menambah ketahanan briket yang akan dihasilkan. Mampu meningkatkan ikatan
antar partikel pada tekanan rendah yang diberikan pada saat pengempaan briket.
5.
Tekanan
Beban penekanan yang besar mengakibatkan
kepadatan (bulk density) dari briket
semakin bertambah besar yang mengakibatkan kekuatan mekanik semakin kuat, namun
pada kondisi tertentu penambahan tekanan akan merusak struktur bahan dasar yang
mengakibatkan nilai kekuatan mekanik turun (Subroto, 2007).
6.
Briket
Breket
arang merupakan bahan bakar padat yang
mengandung karbon mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat menyala dalam
kurun waktu yang relatif lama. Briket arang adalah gumpalan-gumpalan atau
batangan –batangan arang yang terbuat
dari bioarang (bahan lunak). Pembuatan briket arang dari limbah pertanian
dapat dilakukan dengan bahan pengikat (perekat), dimana bahan baku diarangkan
terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur bahan perekat, dicetak dengan
sistem hidrolik mamupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Kualitas briket
bioarang juga ditentukan oleh bahan penyusunnya, sehingga mampu mempengaruhi
kualitas nilai kalor, kadar air, kadar abu, kadar bahan penguap.
Briket
adalah perubahan bentuk material yang pada awalnya berupa serbuk atau bubuk
berukuran pasir menjadi material yang lebih besar dan mudah dalam penanganan
dan penggunaannya. Perubahan ukuran
material tersebut dilakukan melalui proses penggumpalan dengan penekanan dan
penambahan bahan pengikat (Suganal,
2008). Briket yang kualitasnya baik adalah briket yang memiliki kadar karbon
tinggi dan kadar abu yang rendah, karena dengan kadar kakrbon yang tinggi maka
energi yang dihasilkan tinggi (Mariyani dan Rumijati, 2004)
Menurut
Hartoyo dan Rohadi (dalam Capah 2007), briket arang adalah arang yang kayu yang
diubah bentuk, ukuran dan kerapatannya dengan cara mengempa campuran serbuk
dengan bahan pengikat (perekat). Tsoumis (1991), mengemukakan bahwa briket juga
dapat terbuat dari residu berkarbon, dan digunakan untuk pembakaran dan
kegunaan lain yang berhubungan. Arang dalam bentuk briket memiliki kelebihan dibandingkan
dalam bentuk arang. Menurut Hendra (dalam Capah, 2007) keuntungan dari
briket sebagai berikut:
a. Memiliki
bentuk seragam dan lebih padat serta memperkecil tempat penyimpanan.
b. Kualitas
pembakaran lebih baik.
c. Bahan
baku tidak terikat pada satu jenis tempurung kelapa saja, hampir seluruh jenis
kayu maupun tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan briket arang.
d. Bahan
baku mudah diperoleh.
2.2 Karakteristik Briket Arang
1.
Kadar
Air
Penetapan
kadar air merupakan suatu cara untuk mengukur banyaknya kandungan air yang
terdapat didalam suatu bahan. Kadar air sampel ditentukan dengan cara sampel
(briket) ditimbang dengan timbangan analitik dengan berat bahan dalam cawan
alluminium yang telah diukur bobot keringnya secara teliti, kemudian dikeringkan
dalam oven dengan suhu 1000C selama 2 jam. Selanjutnya sampel
didinginkan selama 4 jam dan ditimbang kembali. Kadar air briket adalah perbandingan antara
berat basah (sebelum di oven) briket dengan berat kering (setelah di oven)
briket tersebut.
Prosedur
perhitungan kadar air menggunakan
standar ASTM D 1762-84 dapat dihitung sebagai berikut:
KA
(%) ={( b-c)/b)} x 100% (1)
Keterangan:
b: berat sampel
mula-mula (gram)
c: berat sampel setelah
di ovenn (gram).
2.
Densitas
Densitas merupakan kerapatan dari bahan yang terdapat
dalam wadah maupun diluar wadah (cetakan). Densitas dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti permukaan bahan,
ukuran bahan, bentuk dan geometri bahan, serta bentuk wadah dan padatan
(Lewis dalam Suwedo, 2010). Menurut Haygreen dan Bowyer (dalam Pabisa, 2013) menyatakan bahwa densitas adalah perbandingan
antara kerapatan kayu (antara dasar berat kering tanur dan volume kadar air
yang telah ditentukan dengan kerapatan air pada suhu 1000C. Nilai densitas rendah mempunyai keterbatasan
dalam pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan bahan bakar (briket bioarang).
Semakin besar densitas maka volume atau ruang yang diperlukan lebih kecil untuk
massa yang sama densitas menentukan kualitas briket. Angka yang tinggi
menunjukkan kekompakkan briket (Saputro at.al,
2012). Densitas briket arang dipengaruhi oleh tekanan konpaksi. Menurut Gandhi
(2010) pengujian densitas dilakukan dengan menimbang berat briket, kemudian
diukur tinggi dan diameter briket tersebut, kemudian dikalikan hasilnya. Prosedur perhitungan densitas dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
(2)
Keterangan
:
densitas (gram/cm3)
m : massa briket (gram)
v
: volume briket(cm) v =Л r2 t (cm3).
Nilai densitas menentukan kualitas briket
yang dihasilkan. Semakin besar nilai densitas maka volume ruang yang diperlukan
lebih kecil untuk massa yang sama.
3.
Stabilitas
Stabilitas
adalah pengujian untuk mengetahui perubahan bentuk dengan mengukur briket sampai briket mempunyai ketetapan
ukuran dan bentuk stabil. Pengujian stabilitas digunakan untuk mengetahui
perubahan bentuk dan ukuran dari briket sampai rentang waktu tertentu. Briket
diukur dari dimensi awalnya setelah keluar dari cetakan. Pengukuran diulang
setiap jam pada hari pertama dan setiap 24 jam hingga hari yang telah
ditentukan menggunakan jangka sorong (Widayat, 2008).
Tingkat
kesetabilan yang dimaksud adalah seberapa lama briket arang akan mengalami perubahan bentuk dan ukuran yang terjadi
mulai pertama kali briket keluar dari cetakan hingga briket stabil. Menurut
Ndiema at.al (2002) prosedur
perhitungan stabilitas briket arang dengan menggunakan rumus:
(4)
Keterangan:
SK : Stabilitas ketebalan (%)
K1 : Ketebalan briket setelah
keluar dari cetakan (mm)
K2 : Ketebalan briket saat
pengukuran setelah jangka waktu tertentu (mm).
(5)
Keterangan :
SD : Stabilitas diameter (%)
D1 : Diameter briket sesaat setelah
keluar dari cetakan (mm)
D2 : Diameter briket saat
pengukuran setelah jangka waktu tertentu (mm).
4.
Drop Test
Menurut
Widayat (2008) drop test dilakukan
untuk menguji ketahanan briket terhadap benturan pada permukaan keras dan datar ketika
dijatuhkan. Berat bahan yang hilang atau lepas dari briket diukur dengan
timbangan digital dengan ketelitian 1/10.000 gram. Menurut Grocowicz (1998) kualitas bahan bakar
padat (briket) pada waktu perlakuan pengujian
drop test partikel yang hilang dari briket tidak lebih
dari 4%. Semakin sedikit partikel yang hilang dari briket pada saat pengujian drop test, maka mutu briket semakin
bagus. Briket ditimbang dengan menggunakan timbangan untuk mengetahui berat awalnya,
kemudian briket dijatuhkan pada ketinggian 1 meter yang dimana landasan atau
lantainya harus benar-benar halus dan datar. Setelah dijatuhkan, briket
ditimbang kembali untuk mengetahui berat setelah dijatuhkan, kemudian berat
awal dikurangi berat briket setelah
dijatuhkan dari ketinggian 1 meter.
Prosedur
perhitungan Drop Test briket
menggunakan standar ASTM D 440-86 R02 dengan rumus:
(6
)
Keterangan:
A : berat briket sebelum dijatuhkan
(gram)
B : berat briket setelah dijatuhkan
(gram)
1
m
|
Gambar 1. Pengujian drop test
(Sumber: Widayat, 2008)
2.3 Hasil Penelitian Yang Relevan
Menurut Gandhi (2010) dalam pengaruh variasi jumlah campuran
perekat terhadap karakteristik briket arang tongkol jagung menyimpulkan bahwa
dari hasil pengujian yang diketahui bahwa semakin banyak campuran perekat, daya tahan briket terhadap benturan semakin
besar. Semakin tinggi komposisi perekat maka kadar air yang dihasilkan semakin
tinggi pula. Dengan persentase yang digunakan antara tongkol jagung dan perekat
adalah 0%, 4%, 6% dan 8%. Dimana komposisi campuran terbaik bila dilihat dari
daya tahan briklet terhadap benturan adalah briket dengan komposisi perekat 6%
dan 8% yaitu dari uji stabilitas terlihat bahwa penambahan ukuran diameter
dan tingginya relatif kecil yaitu 0,15 mm,
untuk diameter sebesar 0,32%, densitas sebesar 0,63% dan kadar air sebesar 6,9
– 11,1%.
2.4
Kerangka
Pikir
Untuk menjadikan
tempurung kelapa dan kulit buah kakao lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi,
maka diperlukan suatu teknologi untuk mengubah limbah ini menjadi briket. Untuk mengoptimalkan penggunaan limbah
tempurung kelapa dan kulit buah kakao menjadi bahan bakar alternatif sebagai
pengganti minyak tanah maupun gas, maka diperlukan efektifitas dan efisiensi
dari bahan bakar alternatif tersebut.
Melalui penelitian ini, peneliti akan
melakukan analisis sifat fisis briket arang
tempurung kelapa dan arang kulit kakao. Melalui proses penyiapan bahan
(tempurung kelapa dan kulit kakao), pengeringan bahan, pengarangan dan
penggilingan bahan, menimbang bahan sebelum pencampuran, pengadukan bahan,
pencetakan, pengeringan, analisis penelitian (sifat fisik dan sifat mekanik,
kesimpulan. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Limbah Pertanian
|
Tempurung Kelapa
|
Kulit Kakao
|
Energi Biomassa
|
Briket
|
Analisis
penelitian
1.
Sifat fisik (kadar air dan densitas)
2.
Sifat mekanik (drop test dan stability)
|
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis
Penelitian
Metode
penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan eksperimen dan metode deskriftif. Dimana metode ini merupakan salah
satu metode penelitian yang mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat suatu
hasil dan hasil ini akan menegaskan kedudukan hubungan antara variabel-variabel
yang diteliti.
3.2
Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu
pelaksanaan penelitian dimulai pada
bulan Januari 2015, perancangan dan
penelitian dilakukan di Laboratorium Pengukuran Fakultas Sains Universitas
Cokroaminoto Palopo.
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu alat kompaksi gulir manual, cetakan briket dengan
diameter 3 cm dan tinggi 1,4 cm, timbangan
digital, saringan, jangka sorong, meteran/mistar, wadah pengarangan, baskom,
pengaduk, gelas ukur.
Bahan
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah pertanian seperti tempurung kelapa,kulit buah kakao dan perekat
(tepung kanji).
3.4
Langkah
Pengujian
1.
Proses pengolahan bahan baku sebelum
menjadi briket
a. Bahan
baku diambil dari limbah pertanian (tempurung kelapa dan kulit kakao).
b. Tempurung
kelapa dan kulit buah kakao dijemur hingga kering.
c. Melakukan
proses pengarangan dengan membakar tempurung kelapa dan kulit buah kakao.
d. Tempurung
kelapa dan kulit buah kakao yang telah diarangkan kemudian ditumbuk ataupun
digiling.
e. Setelah
melakukan penghalusan terhadap bahan (tempurung kelapa dan kulit buah kakao)
maka dilakukan pengayakan sehingga diperoleh serbuk dari kedua bahan tersebut.
2. Proses Pembuatan Briket
Bahan yang telah diayak
lalu dicampur dengan perbandingan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao
berturut-turut 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%
dalam 100 gram bahan, selalnjutnya dicampur dengan bahan perekat tepung
tapioka sebanyak 20% dari berat briket. Berat arang tempurung kelapa, arang
kulit kakao dan tepung tapioka pada masing-masing perlakuan perbandingan dapat
dilihat pada tabel.
Tabel 4. Komposisi bahan baku pada setiap perlakuan
Perlakuan
|
Komposisi bahan
(%)
|
Arang
tempurung kelapa (gram)
|
Arang kulit
kakao (gram)
|
Tepung tapioka
(gram)
|
Adonan (gram)
|
A
|
75 : 25
|
75
|
25
|
20
|
120
|
B
|
50 : 50
|
50
|
50
|
20
|
120
|
C
|
25 : 75
|
25
|
75
|
20
|
120
|
a. Pembuatan
briket menggunakan metode menekan (pressure).
Cetakan dengan diameter 3 cm dan tinggi 1,4 cm.
b. Campuran
adonan briket ditimbang dahulu sebelum melakukan proses pencetakan.
c. Memasukkan
bahan yang telah ditimbang kedalam cetakan
d. Dalam
proses pengkompaksian ditahan selama 2 menit dan briket dikeluarkan dari
cetakan.
e. Melakukan
pengujian sifat fisik dan sifat mekanik pada briket.
f.
Mengumpulkan data dan menuliskan kedalam
tabel pengamatan.
3.5
Metode
Pengujian
1.
Pengujian Kadar
Air
Pengujian kadar air menggunakan
metode ASTM D 1762-84. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah oven, cawan
dan timbangan digital. Penentuan kadar air dilakukan untuk setiap sampel pada
setiap kali ulangan. Prosedur pengujian kadar air dilakukan dengan mengambil
sampel yang akan di uji dan menimbangnya sebagai berat awal (mula-mula). Sampel
tersebut diletakkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan yang telah
di isi sampel tersebut dipanaskan di dalam oven bersuhu 1000C selama
1 jam. Kemudian cawan diangkat dengan menggunakan penjepit dan didinginkan
selama 4 jam dan kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air dihitung menggunakan
metode ASTM D 1762-84.
2.
Pengujian
Densitas
Pengujian densitas
berdasarkan metode (Gandhi, 2010) prosedur pengujian densitas dilakukan dengan
membuat contoh uji dengan mengeringkannya didalam oven pada temperatur 1000C
selama 1 jam sampai diperoleh berat konstan sebagai berat kering. Sampel yang
kering tersebut diukur tinggi dan diameternya, langkah berikutnya adalah
menghitung volume sampel, kemudian berat kering dibagi dengan volume.
3. Pengujian Stabilitas
Pengujian stabilitas
berdasarkan metode (Ndiema at.al,
2010). Alat yang digunakan dalam pengujian stabilitas adalah jagka sorong.
Pengujian ini dilakukan pada saat awal briket keluar dari cetakan sampai waktu
10 hari, pada saat briket keluar dari cetakan, mengukur diameter dan tinggi
dari briket. Kemudian mengukur kembali
secara bertahap dari hari ke-1 sampai
hari ke-10. Berdasarkan pengukuran briket selama 10 hari, akan
terlihat terjadinya perubahan bentuk dan ukuran dari briket.
4.
Pengujian
Drop Test
Pengujian drop test menggunakan metode ASTM D
440-86 R02. Mula-mula spesimen ditimbang menggunakan timbangan digital untuk
menentukan berat awal kemudian briket dijatuhkan dari ketinggian 1 meter pada
permukaan halus dan datar. Setelah dijatuhkan, spesimen ditimbang ulang untuk
mengetahui berat yang hilang. Kita dapat mengetahui kekuatan spesimen terhadap
benturan. Apabila partikel yang hilang terlalu banyak berarti spesimen yang
dibuat tidak tahan terhadap benturan.
Berikut adalah tabel
pengujian dan tempat yang digunakan dalam pengujian.
Tabel 5.Metode Pengujian
No
|
Sifat Briket
|
Jenis
Pengujian
|
Metode
|
Tempat
Pengujian
|
1
|
Sifat Fisik
|
Kadar air
|
ASTM D 1762-84
|
Lab.
Pengukuran F-Sains Universitas Cokroaminoto Palopo
|
Densitas
|
Gandhi, 2012
|
|||
2
|
Sifat Mekanik
|
Drop test
|
ASTM D 440-R02
|
Lab.
Pengukuran F-Sains Universitas Cokroaminoto Palopo
|
Stabilitas
|
Ndiema, dkk
2002
|
3.6
Teknik
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data
yang digunakan adalah metode observasi dan eksperimen. Bahan baku tempurung
kelapa dan kulit buah kakao sebelum proses penekanan tidak dilakukan proses
pemanasan pada cetakan namun hanya variasi komposisi bahan arang tempurung kelapa: arang kulit kakao
masing-masing (75:25, 50:50,
25:75) pada proses pengolahan bahan
pembuatan briket arang.
Pengambilan data dalam
penelitian ini dengan cara pengujian beberapa sampel. Pengujian sampel meliputi:
a. Sifat
fisik (kadar air dan densitas) pada
briket tempurung kelapa: kulit buah kakao
b. Sifat
kekuatan mekanik pada briket tempurung kelapa: kulit buah kakao yaitu drop test dan stabilitas.
c. Pengujian
data menggunakan lembar tabel penelitian untuk mempermudah dalam pengolahan hasil
pengujian .
Tabel 6. Spesimen pengujian sifat fisik
dan sifat mekanik
Jenis Pengujian
|
Variasi perbandingan komposisi
bahan (%)
|
Jumlah spesimen
|
||
75:25
|
50:50
|
25:75
|
||
Kadar air
|
|
|
|
|
Densitas
|
|
|
|
|
Drop
test
|
|
|
|
|
Stabilitas
|
|
|
|
|
Total spesimen
|
|
|
|
|
Tabel 7. Pengujian densitas dan drop test
Perbandingan
komposisi bahan (%)
|
Pengujian
|
|||
D
|
T
|
Densitas
|
Drop
test
|
|
75:25
|
|
|
|
|
50:50
|
|
|
|
|
25:75
|
|
|
|
|
Keterangan:
D :
diameter (mm)
T :
tinggi (mm)
Tabel 8. Pengujian
stabilitas briket arang
|
|||||||
Hari
|
Perbandingan bahan (%)
|
||||||
75 : 25
|
50 : 50
|
25 : 75
|
|||||
D
|
T
|
D
|
T
|
D
|
T
|
||
1
|
|||||||
2
|
|||||||
3
|
|||||||
4
|
|||||||
5
|
|||||||
6
|
|||||||
7
|
|||||||
8
|
|||||||
9
|
|||||||
10
|
Keterangan :
D : diameter
T : tinggi
3.7
Analisis
Data
Proses analisis data
dimulai dengan menelaah seluruh data yang bersifat kuantitatif yang masih
berupa angka-angka. Angka-angka tersebut akan menjelaskan tentang perbandingan
sifat fisik dan sifat mekanik dengan variasi komposisi bahan. Setelah terkumpul
kemudian data dipaparkan melalui tabel dan digambarkan dalam bentuk grafik dan
dideskripsikan untuk menggambarkan ketahanan densitas briket barang tempurung
kelapa dan arang kulit kakao.
BAB
IV
HASIL
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil
Penelitian
1.
Pengujian
Kadar Air
Berdasarkan hasil
analisa dapat dilihat bahwa perbedaan
komposisi bahan bakar memberi pengaruh terhadap kadar air briket yang
dihasilkan. Untuk melihat perbedaan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar
air diperoleh hasil seperti yang tertera pada tabel.
Tabel 9. Hasil uji komposisi bahan pembuat briket
terhadap kadar air.
Sampel
|
Kadar
air (%)
|
||
Komposisi
bahan
|
|||
75:25
|
50:50
|
25:75
|
|
1
|
15,49
|
14,40
|
13,44
|
2
|
15,51
|
14,44
|
13,44
|
3
|
16,27
|
14,44
|
13,50
|
4
|
15,54
|
14,40
|
13,44
|
5
|
15,50
|
14,43
|
13,47
|
6
|
15,56
|
14,44
|
13,41
|
7
|
15,56
|
14,45
|
13,46
|
8
|
15,51
|
14,47
|
13,48
|
Rata-rata
|
15,62
|
14,43
|
13,46
|
Berdasarkan
tabel 10. dapat dilihat bahwa nilai kadar
air terendah sebesar 13,46% terdapat pada perlakuan komposisi arang tempurung
kelapa:arang kulit kakao (25:75). Nilai kadar air tertinggi berkisar 15,62%
terdapat pada perlakuan komposisi arang tempurung kelapa:arang kulit kakao
(75:25). Kadar air yang tinggi dipengaruhi oleh jumlah pori-pori masih cukup
banyak dan mampu menyerap air. Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa perlakuan dengan komposisi
arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (75:25) memberikan pengaruh yang berbeda
pada perlakuan komposisi 50:50 dan berpengaruh nyata terhadap perlakuan dengan
komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (25:75)
Tabel 10. Kadar air
Komposisi bahan
|
Kadar Air (%)
|
75 : 25
|
15,62
|
50 : 50
|
14,43
|
25 : 75
|
13,46
|
Hubungan
komposisi bahan pembuatan briket terhadap kadar air dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 3. Diagram antara komposis bahan pembuat briket arang
terhadap kadar air
Berdasarkan
gambar dapat kita lihat bahwa kadar air semakin rendah ketika jumlah arang kulit kakao semakin
bertambah. Hal ini disebabkan perbedaan luas permukaan bahan pembuat briket
sehingga mempengaruhi jumlah kadar air. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh
komposisi bahan bakar pembuat briket. Perbedaan komposisi ini menghasilkan luas
permukaan briket yang berbeda sehingga memberi pengaruh dalam penyerapan kadar
air pada briket yang dibuat.
2.
Pengujian Stabilitas
Briket dibuat dengan
perlakuan komposisi arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao mulai dengan
perbandingan komposisi 75:25, 50:50, dan 25:75, kemudian ditekan (kompaksi) dengan
alat kompaksi manual dan lama penahanan selama 2 menit, kemudian dilakukan
pengukuran stabilitas dengan cara
mengukur diameter dan tinggi briket setiap hari, mulai dari briket keluar dari
cetakan hingga hari ke sepuluh menggunakan jangka sorong dengan ketelitian alat
0,02mm. Penelitian ini bermanfaat dalam proses pengemasan maupun penyimpanan
sebelum briket digunakan.
Tabel
11. Hasil uji stabilitas ketebalan dengan komposisi variasi bahan dalam persen.
Hari ke-
|
Komposisi
bahan (%)
|
||
(75:25)
|
(50:50)
|
25:75)
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
6,032
|
0,838
|
0,432
|
2
|
6,126
|
1,873
|
0,837
|
3
|
6,175
|
1,049
|
0,453
|
4
|
6,207
|
1,092
|
0,500
|
5
|
6,235
|
1,124
|
0,539
|
6
|
6,278
|
1,170
|
0,575
|
7
|
6,306
|
1,202
|
0,589
|
8
|
6,331
|
1,209
|
0,589
|
9
|
6,331
|
1,209
|
0,589
|
10
|
6,331
|
1,209
|
0,589
|
Dari data diatas maka
dapat dibuat grafik hubungan antara stabilitas ketebalan dengan variasi komposis bahan.
Gambar
4. Grafik hubungan stabilitas ketebalan dengan hari pengujian.
Gambar 4. berisi tentang hubungan antara persentase
perubahan stabilitas ketebalan briket arang tempurung kelapa:arang kulit kakao
dengan lamanya hari hingga briket mengalami kesetabilan bentuk. Terlihat
persentase ketebalan briket meningkat seiring lamanya waktu. Berdasarkan gambar
4.2, terlihat persentase stabilitas ketebalan briket cenderung mulai stabil pada hari ke-7. Persentase rata-rata
perubahan stabilitas ketebalan briket tertinggi terdapat pada komposisi arang tempurung
kelapa:arang kulit kakao (75:25) sebesar 5,67%. Sedangakan persentase perubahan
stabilitas ketebalan briket dengan komposisi
arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (50:50) sebesar 1,09%, dan persentase terendah sebesar 0,52%
yaitu pada komposisi arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (25:75).
Dengan melakukan
pengujian stabilitas diameter. Adapun hasil uji stabilitas diameter yang diperoleh sebagai berikut :
Tabel
12. Hasil uji stabilitas diameter dengan variasi komposisi bahan dalam persen
Hari ke-
|
Komposisi
bahan (%)
|
||
75:25
|
50:50
|
25:75
|
|
0
|
0
|
0
|
0
|
1
|
0,101
|
0,052
|
0,031
|
2
|
0,138
|
0,065
|
0,046
|
3
|
0,161
|
0,077
|
0,061
|
4
|
0,178
|
0,087
|
0,074
|
5
|
0,200
|
0,097
|
0,084
|
6
|
0,213
|
0,103
|
0,092
|
7
|
0,216
|
0,103
|
0,094
|
8
|
0,216
|
0,103
|
0,094
|
9
|
0,216
|
0,103
|
0,094
|
10
|
0,216
|
0,103
|
0,094
|
Dari data di atas maka dapat dibuat grafik hubungan
antara stabilitas diameter briket dengan variasi komposisi bahan.
Gambar 5. Grafik
hubungan stabilitas diameter dengan hari pengujian
Tabel dan grafik di atas
berisi tentang hubungan antara persentase perubahan stabilitas diameter
briket dengan komposisi bahan arang
tempurung kelapa:arang kulit kakao dengan lamanya hingga briket mengalami
kesetabilan. Terlihat persentase perubahan stabilitas diameter briket cenderung
mengalami perubahan. Berdasarkan gambar 5, terlihat persentase stabilitas
diameter briket cenderung mulai stabil
mulai dari hari ke-6. Persentase rata-rata perubahan stabilitas diameter tertinggi briket terdapat
pada komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (75:25) sebesar
0,19 %, sedangkan persentase perubahan stabilitas diameter terendah briket
terdapat pada komposisi bahan arang tempurung kelapa: arang kulit kakao (25:75)
sebesar 0,08%. Persentase perubahan stabiliats diameter briket arang dengan
komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kullit kakao (50:50) sebesar 0,09%.
Kesetabilan ukuran
terjadi dikarenakan ikatan antaran partikel yang atu dengan yang lainnya
(saling mengikat) akibat dari pengkompaksian serta penambahan bahan perekat
pada briket. Kesetabilan ukuran dikarenakan partikel dalam briket mengalami
titik jenuh elastisitas.
3.
Pengujian Drop Test
Tabel 13. Hasil
uji drop test briket arang tempurung
kelapa:arang kulit kakao
Sampel
|
partikel yang hilang (%)
|
||
perbandingan bahan (%)
|
|||
(75:25)
|
(50:50)
|
(25:75)
|
|
1
|
0,910
|
0,054
|
0,089
|
2
|
0,910
|
0,054
|
0,036
|
3
|
0,101
|
0,018
|
0,018
|
4
|
0,819
|
0,000
|
0,000
|
5
|
0,091
|
0,090
|
0,018
|
6
|
0,091
|
0,036
|
0,000
|
7
|
0,027
|
0,018
|
0,009
|
8
|
0,055
|
0,090
|
0,000
|
rata-rata
|
0,376
|
0,045
|
0,021
|
Berdasarkan
data di atas, maka dapat dibuat grafik hubungan antara drop test dengan perbandingan komposisi bahan.
Gambar
6. Grafik hubungan drop test dengan
komposisi bahan
Berdasarkan
hasil pengujian drop test yang telah dilakukan persentase drop test terkecil adalah pada komposisi bahan arang tempurung
kelapa:arang kulit kakao (25:75) sebesar 0,021%. Drop test tertinggi terdapat pada komposisi bahan arang tempurung
kelapa:arang kulit kakao (75:25) sebesar 0,376% dan uji drop test briket arang
tempurung kelapa:arang kulit kakao dengan komposisi bahan 50:50 sebesar 0,045%.
Kualitas arang briket pada waktu pengujian drop test, partikel yang hilang
tidak melebihi 4% (Grochowicz, 1998). Semakin sedikit jumlah partikel yang
hilang pada pengujian drop test, maka kualitas ketahanan briket semakin baik.
Hasil
analisis menunjukkan bahwa adanya pengaruh variasi komposisi bahan briket serta
penambahan bahan perekat terhadap kualitas briket pada uji drop test. Faktor
yang mempengaruhi terlepasnya partikel
briket pada uji drop test adalah posisi briket pada saat mendarat
dilantai. Apabila posisi pendaratan pertama menyentuh lantai adalah daerah
rapuh (samping) maka partikel briket
yang terlepas akan lebih banyak dibandingkan dengan yang pertama menyentuh
lantai pada bagian tengah.
Uji
drop test bertujuan untuk mengetahui
ketahanan briket terhadap benturan dengan benda keras sehingga berguna pada
saat proses pengemasan dan penyimpanan.
|
Gambar 7.
Daerah terkuat dan rapuh terhadap benturan
( Sumber:
Widayat 2009).
4.
Pengujian Densitas
Tabel 14. Hasil uji densitas briket
arang tempurung kelapa: arang kulit kakao
Komposisi
bahan
|
Densitas
(gr/cm3)
|
||||||||
Sampel
|
|||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
Rata-rata
|
|
75:25
|
1,026
|
1,026
|
1,017
|
1,130
|
1,025
|
1,021
|
1,031
|
1,028
|
1,028
|
50:50
|
1,107
|
1,109
|
1,106
|
1,108
|
1,106
|
1,108
|
1,107
|
1,108
|
1,107
|
25:75
|
1,135
|
1,127
|
1,128
|
1,023
|
1,132
|
1,128
|
1,128
|
1,127
|
1,116
|
Berdasakan
data di atas, maka dapat dibuat grafik hubungan antara densitas dengan komposisi bahan sebagai berikut:
Gambar
8. Grafik hubungan densitas dengan
variasi komposisi bahan
Dalam
gambar 8. menunjukkan nilai densitas terbesar
pada komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (25:75)
sebesar 1,116 gr/cm3, dan densitas terkecil terdapat pada komposisi
bahan 75:25 sebesar 1,028 gr/cm3. Densitas dengan kompopsisi bahan
50:50 adalah sebesar 1,107 gr/cm3.
Saat
briket keluar dari cetakan akan mengalami pertambahan volume. Semakin besar
pertambahan volume, maka semakin kecil densitas dari briket. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa briket terbaik dengan bahan arang tempurung kelapa:arang kulit
kakao pada komposisi 25:75. Hal ini sejalan dengan hasil pengujian
densitas yang menunjukkan hasil terbaik pada komposisi bahan 25:75. Nilai
densitas yang rendah mempunyai keterbatasan dalam pengemasan, penyimpanan bahan
bakar briket. Semakin tinggi densitas, maka volume atau ruang yang diperlukan
lebih kecil untuk massa yang sama.
4.2.
Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil
pengujian yang telah dilakukan diantaranya uji fisik (kadar air dan densitas)
dan uji mekanik (stabilitas dan drop test).
Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu anallisis sifat fisis briket arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao
dengan menguji sifat fisik (kadar air dan densitas) dan sifat mekanik
(stabilitas dan drop test) briket.
Tabel 15. perbandingan antara standar pengujian
dengan hasil pengujian
No
|
Sifat karakteristik
|
Jepang
|
USA
|
Inggris
|
Indonesia
|
Hasil pengujian
|
Memenuhi/tidak memenuhi
|
1
|
Kadar air
|
6-8
|
6,2
|
3,6
|
7,57
|
14,50 %
|
-
|
2
|
Densitas
|
1,0-1,2
|
1
|
0,48
|
0,44
|
0,891 gram/cm3
|
ü
|
3
|
Stabilitas
|
-
|
-
|
-
|
-
|
7 hari (stabil)
|
ü
|
4
|
Drop
test
|
-
|
-
|
-
|
-
|
0,013
(%)
|
ü
|
Sumber: Hendra (2003)
Keterangan:
ü = memenuhi,
- = tidak memenuhi.
Berdasarkan
perbandingan standar pengujian dengan hasil pengujian yang memenuhi standar
diantaranya stabilitas, drop test dan
densitas. Sedangkan yang tidak memenuhi kriteria standar pengujian adalah kadar
air. Kandungan kadar air yang tinggi dipengaruhi oleh tingginya jumlah bahan
perekat yang digunakan dalam proses pembuatan adonan sebesar 20%. Perhitungan
pengujian kadar air diperoleh bahwa kandungan kadar air pada masing-masing
komposisi rata-rata sebesar 14,50 %. Hasil ini tidak
memenuhi standar yang ditetapkan oleh Jepang yaitu 6-8 %, dan standar yang
ditetapkan oleh Indonesia yaitu 7,75 %.
Berdasarkan pengujian stabilitas yang telah
dilakukan, terlihat persentase stabilitas ketebalan briket rata-rata stabil terjadi mulai hari ke- 7. Persentase
stabilitas ketebalan briket tertinggi terdapat pada komposisi bahan 75:25
(arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao) sebesar 5,669 % , sedangkan
perubahan stabilitas ketebalan briket terendah terdapat pada komposisi bahan
25:75 (arang tempurung kelapa dan arang kulit
kakao) sebesar 0,517 %. Persentase perubahan stabilitas-diameter
tertinggi briket terdapat pada komposisi bahan 75:25 (arang tempurung kelapa
dan arang kulit kakao) sebesar 0,186%, sedangkan persentase perubahan
stabilitas diameter terendah briket terdapat pada komposisi bahan 25:75 (arang
tempurung kelapa dan arang kulit kakao) sebesar 0,076 %. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Widayat (2008) bahwa dalam jangka waktu kurang dari 10 hari briket
harus stabil. Jika melebihi jangka waktu 10 hari, maka briket dapat dikatakan
gagal.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengujian stabilitas ketebalan dan stabilitas diameter
terbaik terdapat pada komposisi bahan 25:75 (arang tempurung kelapa dan arang
kulit kakao) dikarenakan kandungan pektin pada arang kulit kakao yang berfungsi
sebagai perekat alami mampu mengikat dengan baik, sehingga mampu mengikat
serbuk briket lebih kuat. Kestabilan ukuran juga terjadi dikarenakan ikatan
antar partikel yang satu dengan yang lainnya (saling mengikat) akibat dari kompaksi
pada briket. Hasil pengujian yang lain yaitu pengujian drop test. Berdasarkan pengujian drop test yang telah dilakukan, persentase drop test terkecil adalah
pada kompsisi bahan 25:75 (arang tempurung kelap dan arang kulit kakao) sebesar
0,021 %. Drop test terbesar
terdapat pada komposisi bahan 75:25 (arang tempurung kelapa dan arang kulit
kakao) sebesar 0,376 %. Ikatan partikel pektin dapat mengikat dengan baik
seiring dengan bertanbahnya komposisi arang kulit kakao. Kualitas bahan bakar
pada waktu pengujian drop test,
partikel yang hilang tidak melebihi 4%. Semakin sedikit jumlah partikel yang
hilang, maka kualitas briket semakin baik (Grocowicz , 1998).
Berdasarkan pengujian
densitas yang telah dilakukan, nilai densitas tertinggi terdapat pada komposisi
bahan 25:75 (arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao) sebesar 1,129 gr/cm2
dan densitas terkecil terdapat pada komposisi bahan 75:25 (arang tempurung
kelapa dan arang kulut kakao) sebesar 1,025 gr/cm2. Hasil variasi
komposisi bahan menunjukkan bahwa adanya pengaruh dengan variasi komposisi
terhadap densitas yang dihasilkan. Setelah briket keluar keluar dari cetakan
akan mengalami pertambahan volume. Semakin besar pertambahan volume maka
densitas semakin kecil. Dengan menggunakan
perekat sebanyak 20 % mampu mampu
meningkatkan ikatan antar partikel bahan serta meningkatkan ketahanan
briket yang dihasilkan.
BAB
V
KESIMPULAN
DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Penambahan
arang kulit kakao mampu meningkatkan
kerapatan dan ketahanan briket terhadap benturan pada uji drop test serta menurunkan
kadar air dari briket arang yang dihasilkan. Campuran perekat yang tinggi
berpengaruh terhadap ketahanan briket terutama pada stabilitas (ketebalan dan
diameter) dan ketahanan terhadap benturan (drop
test). Dengan komposisi bahan perekat yang tinggi berpengaruh terhadap kadar air. Dengan
perbandingan komposisi bahan dari tiga perlakuan diperoleh perbandingan yang
baik pada komposisi bahan arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao (25:75).
Dikarenakan pada setiap pengujian (kadar air, densitas, stabilitas dan drop
test) yang dilakukan diperoleh hasil
dengan penambahan arang kulit kakao mampu mengurangi kadar air, meningkatkan
densitas, serta ketahanan briket pun
bertambah.
5.2 Saran
Saran yang dapat
diberikan sehubungan tentang penelitian pembuatan briket adalah peneliti
menyarankan bahwa untuk mendapatkan kualitas briket yang baik, sebaiknya
menggunakan alat cetak hidrolik agar tekanan pengempaan (kompaksi) maksimal.
Apabila menggunakan perekat tepung kanji yang banyak, maka adonan briket menjadi encer dan liat sehingga sulit
dipadatkan (kompaksi) sehingga kadar air yang dihasilkan tinggi. Serta
penelitian lebih lanjut terhadap karakteristik bahan baku yang lain, untuk
menghasilkan bahan bakar yang memenuhi standar pengujian.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim,
1989. Penelitian Pemanfaatan Sagu Sebagai Bahan Perekat. Medan: Hasil
Penelitian Industri DEPERWUAG
Anonim.
1993. Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS). Provinsi
Sulawesi Selatan. Ujung Pandang
Anonim,
2000. Sambutan Menteri Kehutanan dan Perkebunan pada Seminar Nasional Kehutanan
Masa Depan Industri Hasil Hutan (kayu) di Indonesia. Departemen Kehutanan dan
Perkebunan. Jakarta.
Anonim,
2009. Energi dan Biomassa : Potensi, Teknologi dan Strategi. http// Suyitno.
Pengaruh Staff.UNS.ac.id/2009/07/27/Energi Dari Biomassa – Potensi Teknologi
Dan Strategi.pdf. ( 6 Juli 2014 ).
Capah,
A.G. 2007. Pengaruh Konsentrasi Perekat dan Ukuran Serbuk Terhadap Kualitas
Briket Arang dari Limbah Pembalakn Kayu Mangiun ( acacia mangiun ) (skripsi).
Medan. Departemen Kehutanan . Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.
Gandhi,
A. 2010. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat. Jurnal Profesional. Vol.8.
no.1. hal.1.12. Semarang: SMKN 7 Semarang.
Hartoyo.
1983. Pembuatan Arang Dari Briket Arang Dari Serbuk Gergaji dan Limbah Industri
Perkayuan. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
Haygreen.J.G
dan J.L.Bowyer.1989.Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Diterjemahkan oleh Sutjipto
A.Hadikusumo.UGM-press.Yogyakarta
Hendra
dan Darmawan. 2000. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa
Terhadap Kualitas Briket Arang. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan
Ismun.
1993. Menjadikan Dapur Johanes Bioarang Susunan
Bata Siap Pakai. Yogyakarta.
Jamilatun,
S. 2011. Kualitas Sifat-sifat Penyalaan dari Pembakaran Briket Tempurung Kelapa, Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati,
Briket sekam Padi, dan Briket Batu Bara. Prosiding
Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan. Hal. 1-7 Yogyakarta: Universitas
Ahmad Dahlan Yogyakarta
Josep,
S., dan D. Hislop. 1981. Residu
Briquetting in development Countries. London: Aplyed Science Publisher.
Kadir,A.,
1995. Energi: sumber, Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi. Cet.1.
Edisi kedua/revisi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)
Kurniawan,O.
Dan Marsono, 2008. Superkarbon Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Tanah
dan Gas. Cetakan 1. Peenebar Swadaya
Mariyani,
Rumijati. 2004. Pengaruh Penambahan Bulu Ayam Terhadap Kandungan Karbon Briket
Bioarang Sampah Pekarangan. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. Vol.5. no.2.
hal.81-88
Masturin,
A. 2002. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dengan Campuran Arang Limbah
Gergajian Kayu. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Ndiema,
C. K. W., Manga, P. N., Ruttoh, C. R. 2002. Influence
of Die Pressure on Relaxation Characteristics of Briquetted Biomass.
Ndraha,N.
2009. Uji Komposisi Bahan Pembuatan Briket Tempurung Kelapa dengan Serbuk Kayu
Terhadap Mutu yang Dihasilkan.
(online).http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7528/1/10E00091.PDF,
diakses 15 juli 2011)
Pabisa,
Junaedy. 2013. Pembuatan Briket dari Limbah Sortiran Biji Kakao (theobroma cacao).[skripsi]. Fakultas
Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Palungkun,
R. 1999. Aneka Produk Olahan Kelapa. Bogor: Penebar Swadaya
Pari,G.
2002. Industri Pengolahan Kayu Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah. Bogor.
Institut Pertanian Bogor
Pari,G.
Dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang dari Limbah
Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor
Reksohadipprojo,3.,
1988. Ekonomi Energi. edisi 1. Yogyakarta : PAU Studi Ekonomi – Universitas
Gadjah Mada
Saputro.D.D.,
Widayat.W., Rusiyanto., Saptoadi.H.,
Fauzan. 2012. Karakteristik Briket dari Limbah Pengolahan Kayu Sengon
dengan Metode Cetak Panas. Seminar Nasional Aplikasi sains dan Teknologi.
Periode III. Yogyakarta
Schuchart,
F. 1996. Pedoman Teknis Pembuatan Briket Bioarang. Balai Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Dephut Sumatra Utara. Medan.
Sekianti,
R. 2008. Analisa Teknik dan Finansial pada Produk Bahan Bakar Briket dari
Cangkang Kelapa Sawit.www.indoskripsi.com [1 Juli2014]
Silalahi,
2000. Penelitia Pembuatan Briket Kayu Dari Serbuk Gergajian Kayu. Bogor: Hasil
Penelitian Industri DEPERINDAG.
Subroto.
2007. Karakteristik Pembakaran Briket Campuran Arang Kayu dan Jerami. [skripsi]. Fakultas Teknik. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.www.indoskripsi.com [9 juli 2014]
Sudibyo,K.
1980. Konversi Energi. Mencari Kemungkinan untuk Konservasi Energi pada
Industri Kecil Pedesaan. Jakarta : Hasil-Hasil Lokakarya Konservasi Energi
24-25 September 1979, Departemen Pertambangan dan Energi Republik Indonesia.
Jakarta.
Sudrajat,R.,
S.Soleh., Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif., Balai Penelitian dan
Pengembangan Pertanian.
Suganal.
2009. Rancangan Proses Pembuatan Briket Batu Bara Nonkarbonissasi Skala Kecil dari
Batu Bara Kadar Abu Tinggi. Jurnal Teknologi Mineral dan Batu Bara. Volume 05
No. 13. Hal.17-30 Bandung: Puslitbang Teknologi Mineral dan Batu Bara (TERMIRA)
Suhardiyono,
L. 1995. Tanaman Kelapa : Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius.
Tono,
E. 1997. Pedoman Membuat Perekat Sistesis. Jakarta: Rineka Cipta
Triono,
A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Kayu Afrika (Maesopsis
Eminii Engl) dan Sengon (Paraserianthes Falcataria L. Nielsen) dengan Penambahan
Tempurung Kelapa (Cacos nucifera L) [Skripsi ]. Bogor. Departemen Hasil Hutan.
Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor
Tsoumis,
G. 1991. Science and Technology of wood :
Structure, Properties, Utilization, New york, Van Nostrand Rienhard.
Widayat,W.2008.Kajian
Sifat Mekanis Briket Tongkol Jagung yang Dikompaksi dengan Tekanan Rendah. Jurnal
Ilmiah Populer dan Teknologi Terapan. Vol.8, no.1, hal.1-12,. Semarang: SMK N7
Semarang.
Wijayanti,
Diah Sundari. 2009. Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji dengan
Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. [skripsi].
Departemen ``kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan.
Yusuf,
Andi Ardan. 2010. Kegunaan Briket Batu Bara.[Skripsi]. Fakultas Teknologi
Industri. Universitas Muslim Indonesia. Jakarta.
Lampiran 1
Penghitungan Kadar Air
Rumus kadar air
:
keterangan :
b = berat sampel mula-mula (gram)
c = berat sampel setelah di oven (gram)
contoh
perhitungan :
Berikut
ditunjukkan contoh perhitungan kadar air briket arang tempurung kelapa : arang
kulit kakao dengan komposisi bahan 75:25
b = 13,005
c = 10,991
Kadar air (%) =
|
{(b-c)/c} x 100 %
|
Kadar air (%) =
|
{(13,005-10,991)/13,005} x 100 %
|
Kadar air (%) =
|
15,62
|
Lampiran
2
Penghitungan
Stabilitas
Rumus stabiliatas
:
keterangan:
T1 = tebal briket setelah
keluar cetakan (mm)
T2
= tebal
briket saat pengukuran jangka waktu tertentu
(mm)
keterangan:
D1 = diameter briket setelah keluar cetakan
(mm)
D2 = diameter briket saat
pengukuran jangka waktu tertentu (mm)
Contoh
perhitungan
1.
Berikut
akan ditunjukkan contoh perhitungan stabilitas pertambahan tinggi arang brikt
tempurung kelapa : arang kulit kkao dengan komposisi 50:50
T1= 14,016
T2 = 14,132
2.
Berikut
akan ditunjukkan contoh perhitungan stabilitas pertambahan tinggi arang brikt
tempurung kelapa : arang kulit kkao dengan komposisi 50:50
D1= 30,012
D2 = 30,028
Lampiran
3
Penghitungan
Drop Test
Rumus
Drop Test
Keterangan
:
A
: berat briket sebelum dijatuhkan (gram)
B
: berat briket setelah dijatuhkan (gram)
Contoh
perhitungan:
Berikut
ditunjukkan perhitungan drop test briket
arang tempurung kelapa : arang kulit kakao dengan komposisi 25:75
A = 11.256
B = 11.246
Lampiran
4
Penghitungan
densitas
Rumus densitas :
Keterangan:
:
densitas (gram/cm3)
m
: massa briket (gram)
v
: volume briket (cm)
v = Л r2 t (cm3).
Contoh
perhitungan
Berikut
akan ditunjukkan contoh perhitunga densitas
m: 10,991
v: 10,708
Lampiran
6
Foto
Penelitian
Gambar 1. Arang tempurung kelapa
|
|
Gambar 4. Kulit kakao yang telah
dikeringkan
|
Gambar 2. Arang tempurung kelapa
|
|
Gambar 5. Arang kulit kakao
|
Gambar 3. Penimbangan komposisi bahan
|
|
B
Gambar 6. Adonan briket
|
Gambar 7. Briket setelah dicetak
|
|
Gambar 8. Pengukuran stabilitas ketebalan
|
Gambar 10.
Pengukuran stabilitas diameter
|
|
Gambar 11. Uji
drop test
|