Kamis, 11 Juni 2015

SKRIPSI I WAYAN SUNARTA ( Analisis Perbandingan Sifat Fisis Briket Arang Tempurung Kelapa Dan Arang Kulit Kakao



                                                                        BAB 1                                                                                PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Energi merupakan komponen utama dalam sebuah kegiatan makhluk hidup di bumi. Sumber energi yang utama bagi manusia adalah sumber daya alam yang berasal dari fosil, sehingga manusia cemas dengan berkurangnya sumber energi ini. Dengan fenomena pengurangan sumber energi ini, merangsang manusia berusaha melakukan penghematan dan mencari sumber energi pengganti. Usaha dalam mencari  sumber energi alternatif harus berdasarkan pada bahan baku yang mudah diperoleh,  mudah diperbaharui dan produknya mudah dipergunakan oleh seluruh manusia. Dengan adanya krisis energi menunjukkan bahwa konsumsi energi telah mencapai tingkatan yang cukup tinggi. Seperti yang kita ketahui, minyak bumi adalah sumber energi yang tidak dapat diperbaharui, tetapi dalam kehidupan sehari-hari bahan bakar minyak menjadi pilihan utama sehingga dapat mengakibatkan menipisnya cadangan minyak bumi (Ndraha, 2009).
Minyak tanah di Indonesia yang selama ini bersubsidi menjadi beban yang sangat berat bagi pemerintah Indonesia karena nilai meningkat pesat menjadi lebih 49 triliun rupiah pertahun dengan penggunaan kurang lebih 10 juta kilo pertahun. Hal ini berdampak pada naiknya harga minyak bumi dipasar global, menjadikan harga minyak tanah sebagai konsumsi publik yanng besar, langka dan mahal di pasaran (Yusuf, 2010).
Zaman energi murah dan melimpah telah tinggal sebagai cerita belaka karena sekarang dunia telah memasuki zaman energi mahal dan langka. Kelangkaan energi akan terasa lebih berat pada masa-masa mendatang sedang masa sekarang pun telah terlihat adanya gejala tidak seimbangnya tingkat permintaan dan penyediaan energi (Sudibyo dalam Ndraha,2009).  Menurut Suryo dan Armando  (dalam Sekianti 2008) distribusi bahan bakar minyak (BBM)  untuk memasok kebutuhan masyarakat terpencil, khususnya minyak tanah masih belum jelas. Selain itu fluktuasi harga minyak tanah akibat tidak adanya patokan harga yang tidak jelas antara satu daerah dengan daerah yang lainnya yang semakin menyulitkan konsumen. Peningkatan harga BBM  menyebabkan sumber energi ini menjadi tidak murah lagi. Selain BBM, sumber energi lain yang mengalami peningkatan harga adalah gas elpiji. Oleh karena itu perlu diciptakan sumber energi lain yang dapat digunakan untuk mengganti peran minyak tanah dan gas.
Beberapa jenis sumber energi alternatif yang bisa dikembangkan antara lain energi matahari, energi angin, energi panas bumi, dan energi biomassa. Diantara energi alternatif  yang menjadi prioritas dalam pengembangannya adalah energi biomassa, dimana indonesia merupakan negara agraris yang banyak  menghasilkan limbah pertanian (tempurung kelapa dan kulit kakao) yang belum termanfaatkan dengan baik.
Namun pemanfaatan sampah biomassa itu sendiri kurang efektif dikarenakan masih memiliki kandungan kadar air yang tinggi, densitas rendah, kadar abu yang tinggi dan kalor yang rendah. Sehingga perlu diolah kembali untuk menghasilkan bahan bakar yang lebih efisien. Sampah biomassa dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif dengan berbagai macam proses seperti anaerobic digestion, gasifikasi, pirolisa, pembriketan maupun dibakar secara langsung. Namun dari berbagai cara yang telah dikembangkan peneliti memilih proses pembriketan karena alat dan teknologi yang digunakan relatif sederhana dan murah, nilai kalor yang cukup tinggi serta dapat dikembangkan di masyarakat luas. Sebagai negara yang terletak didaerah tropis, Indonesia merupakan negara produsen kelapa, hampir semua tempat khususnya dikawasan pantai dan lahan pertanian dapat dijumpai tanaman kelapa dan kakao yang ditanam oleh petani rakyat.
Dengan adanya limbah pertanian yang melimpah yang merupakan bahan pembuatan energi biomassa yang merupakan sumber alternatif dengan kandungan energi yang relatif besar. Limbah pertanian tersebut dapat diolah menjadi suatu bahan bakar padat buatan yang lebih luas penggunaannya sebagai bahan bakar alternatif yang disebut briket.  Maka dari itu penulis mengemukakan judulAnalisis Perbandingan Sifat Fisis Briket Arang Tempurung Kelapa dan Arang Kulit Kakao.
Dimana proses pembriketan merupakan salah satu alternatif pengolahan limbah pertanian (tempurung kelapa dan kulit kakao). Diharapkan dengan adanya sistem pembriketan dari limbah pertanian (tempurung kelapa dan kulit kakao) dapat menggantikan bahan bakar yang harganya cukup mahal, serta mampu mengurangi timbunan limbah yang kian bertambah.                                  
                                                                      
1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini bagaimana perbandingan  sifat fisis  briket arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao yang dihasilkan?

1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas terdapat tujuan yang ingin dicapai yaitu: untuk mengetahui sifat fisis  briket arang yang dihasilkan. Dimana  perbandingan komposisi bahan antara arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao yakni  (75:25, 50:50, 25:75) terhadap pengujian sifat fisik (kadar air dan densitas) dan sifat mekanik (stabilitas dan drop test).

1.3    Manfaat  Penelitian
1.    Sebagai bahan penulisan skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo.
2.    Sebagai literatur penelitian yang dapat bermanfaat bagi masyarakat yang hubunngannya dengan teknologi tepat guna briket arang.
3.    Sebagai informasi penting dalam rangka usaha peningkatan kualitas hasil briket.













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Kajian Teori
1.    Bahan Bakar
Bahan bakar adalah istilah popular media untuk menyalahkan api. Bahan bakar dapat bersifat alami (langsung dari alam), tetapi juga bersifat buatan (diolah dengan teknologi). Bahan bakar alami misalnya kayu bakar, batu bara dan minyak bumi. Bahan bakar buatan misalnya gas alam cair dan listrik. Namun,sebenarnya listrik tidak dapat disebut sebagai bahan bakar karena langsung menghasilkan panas. Panas inilah yang sebenarnya dibutuhkan manusia dari proses pembakaran, disamping cahaya akibat nyala (Ismun, 1993).
Biaya yang dibutuhkan untuk mendapatkan bahan bakar makin lama semakin mahal. Semakin tinggi teknologi yang digunakan untuk mengolah bahan bakar, maka makin tinggi pula harganya. Demikian pula, makin langka bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan bahan bakar, maka harga akan semakin mahal. Akibat  langsung jika meggunakan bahan bakar semacam ini adalah biaya hidup tinggi sehingga tidak banyak orang mmampu memanfaatkannya. Gas alam yang dicairkan, misalkan Liquefied Natural Gas (LNG)  tidak banyak terjangkau oleh masyarakat desa atau pedagang kecil yang memerlukan bahan bakar.

2.    Biomassa
Biomassa didefenisikan sebagai material tanaman, tumbuh-tumbuhan atau sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar. Biomassa merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui dan dapat dimanfaatkan lagi sebagai bahan bakar. Secara umum sumber-sumber biomassa antara lain tempurung kelapa, kulit buah kakao, tongkol jagung, jerami dan lain sebagainya; material kayu seperti kayu dan kulit kayu, potongan kayu dan lain sebagainya; sampah kota seperti sampah kertas dan tanaman sumber energi seperti minyak kedelai, alfalta dan lain sebagainya (Ndraha, 2009).
Menurut Silalahi (dalam Ndraha 2009) biomassa adalah campuran material organik yang kompleks, biasanya terdiri dari lemak, karbohidrat, protein dan beberapa material lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium, fosfor, kalsium, dan besi. Komponen utama biomassa adalah karbohidrat (berat kering kira-kira 75%), lignin (sampai dengan 25%) dimana dalam beberapa tanaman komposisinya bisa berbeda. Keuntungan penggunaan biomassa untuk sumber bahan bakar adalah keberlanjutan. Keterbatasan dari biomassa adalah banyaknya kendala dalam penggunaan bahan bakar kendaraan mobil.
Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel surya, menyerap energi matahari yang mengkonversi dioksida karbon dengan air menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat dikonversikan menjadi suatu produk lain. Energi yang tersimpan itu dapat dimanfaatkan dengan langsung membakar kayu, panas yang dihasilkan digunakan untuk memasak atau keperluan lainnya (Ndraha, 2009).
Potensi biomassa di Indonesia cukup tinggi. Dengan hutan yang luas, setiap tahun diperkirakan terdapat limbah kayu yang terbuang dan belum dimanfaatkan, demikian pula dengan limbah pada sektor pertanian dan perkebunan  yaitu  limbah jerami, sekam, kulit buah kakao, tempurung kelapa dan lain sebagainya yang belum mampu diolah semaksimal mungkin yang merupakan sumber energi biomassa yang memiliki potensi cukup besar dalam perkembangannya.
a.    Tempurung Kelapa
Dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa dimasukkan kedalam klasifikasi sebagai berikut
Kingdom         : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisio             : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisio      : Angiospermae (berbiji tertutup)
Kelas               : Monocotyledonae (biji berkeping satu)
Ordo                : Falmales
Familia            : Palmae
Genus              : Cocos
Spesies            : Cocos nucifera L.
Kelapa (Cocos Nucifera) merupakan salah satu anggota tanaman falma yang paling dikenal dan banyak tersebar didaerah tropis. Pohon kelapa merupakan jenis tanaman berumah satu dengan batang tanaman tumbuh lurus keatas dan tidak bercabang. Tinggi pohon kelapa dapat mencapai 10-14 meter, daunnya berpelepah dengan panjang 3-4 meter dengan sirip-sirip lidi yang menopang tiap helainya.
Pada umumnya tanaman kelapa mulai meghasilkan buah pada umur 3-4 tahun. Semakin tua umurnya jumlah buah berangsur-angsur semakin lebat dan mencapai pembuahan yang maksimal pada umur 15-20 tahun. Pemanenan buah kelapa dilakukan pada buah kelapa yang sudah masak (tua) dipohon. Buah kelapa masak (tua) ditandai dengan penampakan sabut mulai mengering, tempurung berwarna hitam, air kelapa mulai berkurang, berat buah menurun, pembentukan putih lembaga sempurna (padat). 
Penyimpanan sementara buah kelapa pasca panen memberikan keuntungan antara lain, memudahkan upaya pelepasan sabut, menambah kemasakan buah sehingga mutu kelapa dan hasil kopra lebih tinggi, memudahkan pelepasan daging buah kelapa dari tempurungnya, meningkatkan ketebalan daging buah, meningkatkan kualitas tempurung kelapa dan sabut yang dihasilkan.
Tabel 1. Komposisi kimia tempurung kelapa
Unsur Kimia
Kandungan  %
Sellulosa
26.60
Pentosan
27.00
Lignin
29.40
Kadar abu
  0.60
Solvent Ekstraktif
  4.20
Uronat anhydrad
  3.50
Nitrogen
  0.11
Air
  8.00
(Suhardiyono, 1995)
Tempurung kelapa terletak dibagian dalam kelapa setelah sabut kelapa. Pada bagian pangkal tempurung kelapa terdapat 3 buah lubang tumbuh (ovule) yang menunjukkan bahwa bakal buah asahnya berlubang 3 dan yang tumbuh biasanya satu buah. Tempurung merupakan lapisan yang keras dengan ketebalan antara 3 mm sampai 5 mm. Sifat  kerasnya disebabkan oleh banyaknya kandungan silikat (SiO2) yang terdapat pada tempurung tersebut. Berdasarkan berat total kelapa, antara 15 % sampai 19 % merupakan berat tempurungnya. Selain itu tempurung kelapa juga banyak mengandung lignin. Sedang kandungan methoxyl  dalam tempurung kelapa hampir sama dengan yang terdapat dalam kayu. Pada umumnya, nilai kalor yang terkandung dalam tempurung kelapa adalah berkisar antara 18200 Kj/Kg hingga 19338.05 Kj/Kg (Palungkun, 1999).
b.   Kakao
Kakao (Theobroma Cacao.L) merupakan komoditas primadona masyarakat Sulawesi Selatan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Selatan, luas pengembangan kakao di Sulawesi Selatan pada tahun 2009 mencapai 250.233 ha dengan hasil produksi 133.300 ton. Sulawesi Selatan mampu menyumbangkan kebutuhan kakao nasional sebesar 27% dari total kebutuhan nasional sebesar 795.581 ton. Tanaman kakao merupakan salah satu genus Theobroma. Secara garis besarnya sistematika kakao adalah
Divisio             : Spermatophyta
Kelas               : Docutyledone
Ordo                : Malvaies
Familia            : Sterculiceoe
Genus              : Theobroma
Spesies            : Theobroma Cacao
Berdasarkan buah segar akan dihasilkan limbah kulit kakao sebesar 75% (Siregar, 1996). Kulit kakao terdiri dari 10 alur  (5 dalam dan 5 dangkal) berselang-seling. Permukaan buah ada yang halus dan ada yang kasar, warna buah beragam ada yang hijau, merah muda dan merah tua (Poedjiwidodo, 1996). Pada waktu muda, biji kakao menempel pada bagian kulit buah tetapi saat masak atau matang biji akan terlepas dari kulit  buah. Buah yang masak akan berbunyi bila digoncang. Kulit buah kakao mengandung serat-serat yang dapat diolah. Buah kakao terdiri dari 74% kulit, 2% plasenta, 24% biji.
Pertumbuhan tanaman kakao banyak dipengaruhi oleh kesuburan tanah, kelembaban, suhu dan curah hujan. Kulit buah kakao adalah bagian dari buah yang pemanfaatannya masih terbatas. Umumnya kulit buah kakao dapat dibenamkan kembali kedalam tanah sebagai penambah unsur hara tanah. Selain itu kulit buah kakao juga dijadikan bahan pakan ternak karena kandungan protei dan karbohidratnya cukup tinggi.
Pada perkebunan rakyat pada umumnya kulit buah kakao yang dihasikan dari panen hanya dibiarkan membusuk di sekitar area perkebunan kakao tersebut. Dimana dalam proses pembusukan yang terjadi dapat menghasilkan hama-hama yang dapat merusak dan mengganggu perkembangan serta kelangsungan hidup tanaman kakao. Kulit kakao mengandung air dan senyawa-senyawa lain. Komposisi kimia kulit buah kakao bergantung pada jenis dan tingkat kematangan buah kakao itu sendiri.
Tabel 2. Komposisi kulit buah kakao ( pada basis kering )
Parameter
Kandungan (%)
Pektin
        12.67
Air
5.00
Zat padat lainnya
82.33
(sumber: Anonim, 1993).
3.    Karbonisasi  
Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran berupa abu berwarna keputihan dan seluruh energi didalam bahan organik dibebaskan. Namun dalam karbonisasi (pengarangan), energi pada bahan akan dibebaskan secara perlahan. Apabila proses pembakaran dihentikan secara tiba-tiba ketika api masih membara, bahan tersebut akan menjadi arang yang berwarna kehitaman. Pada bahan masih terdapat sisa energi yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan memasak, memanggang dan mengeringkan. Bahan organik yang sudah menjadi arang akan mengeluarkan sedikit asap dibandingkan dengan dibakar secara langsung menjadi abu (Kurniawan & Marsono dalam Pabisa, 2013).
Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya kehadiran oksigen, sehingga yang terlepas hanya bagian volatile matter, sedangkan karbonnya tetap tinggal didalamnnya. Temperatur karbonisasi akan sangat berpengaruh terhadap arang yang dihasilkan sehingga penentuan temperatur yang tepat akan menentukan kualitas arang (Pari & Hartoyo dalam Pabisa, 2013).
Masturin (2002), menyatakan arang adalah residu yang berbentuk padatan yang merupakan sisa dari proses pengkarbonan bahan berkarbon dengan kondisi terkendali di dalam ruangan tertutup seperti dapur arang. Menurut Sudrajat dan Soleh (1994) dalam Triono (2006) arang adalah hasil pembakaran bahan yang megandung karbon yang berbentuk padat berpori. Sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitrogen dan sulfur.
Peristiwa terjadinya arang dapat terjadi dengan cara memanasi secara langsung atau tidak  langsung terhadap bahan berkarbon didalam timbunan, klin, oven atau udara terbuka. Untuk menghasilkan arang umumnya bahan baku dipanaskan dengan suhu diatas 500 0C. Faktor yang berpengaruh terhadap proses karbonisasi adalah kecepatan pemanasan dan tekanan. Pemanasan yang cepat sulit untuk mengamati tahapan karbonisasi yang terjadi dan rendemen arang yang dihasilkan lebih rendah.

4.    Pengikat Briket
Pegikat atau perekat pada pembuatan briket sangat dibutuhkan. Dimana pembriketan pada tekanan rendah membutuhkan bahan pengikat untuk membantu pembentukan ikatan diantara partikel biomassa. Perekat atau pengikat berpengaruh terhadap stabilitas, densitas, kadar abu dan berat jenisnya. Namun faktor perekat berpengaruh kurang baik terhadap nilai kalor, kadar air, volatile matter, dan fixed carbon  arang briket batang jagung (Widayat, 2008).
Pada umumnya perekat yang digunakan pada pembuatan briket arang adalah tepung tapioka karena banyak terdapat dipasaran dan harganya relatif murah. Perekat ini dalam penggunaannya menimbulkan asap yang relatif sedikit dibandingkan bahan lainnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa briket arang dengan  tepung tapioka (kanji) sebagai bahan perekat akan sedikit menurunkan nilai kalornya bila dibandingkan dengan nilai kalor kayu dalam bentuk aslinya (Sudrajat & Soleh dalam Capah, 2007).
Perekat ini dalam bentuk cair sebagai bahan perekat menghasilkan briket arang bernilai rendah dalam hal kerapatan, keteguhan tekan, kadar abu, dan zat mudah menguap, tetapi akan lebih tinggi dalam hal kadar air, karbon terikat dan nilai kalornya apabila dibandingkan dengan briket arang yang menggunakan bahan perekat molase atau tetes tebu (Sudrajat dalam Capah, 2007). Menurut Triono (2006) kadar perekat dalam briket arang tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan penurunan mutu briket arang yang sering menimbulkan banyak asap. Kadar perekat yang digunakan pada umumnya kurang lebih dari 5%.

Data analisa berbagai tepung pati-patian dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3. Daftar analisa bahan perekat.
Jenis tepung
Kandungan
Air (%)
Abu (%)
Lemak (%)
Protein (%)
Serat kasar (%)
Karbon (%)
Tepung jagung
10.52
1.27
4.89
8.48
1.04
73.80
Tepung beras
 7.58
0.68
4.53
9.89
0.82
76.90
Tepung terigu
 10.70
0.86
2.00
 11.50
0.64
74.20
Tepung tapioka
 9.84
0.36
1.50
2.21
0.69
85.20
Tepung sagu
14.10
0.67
1.03
1.12
0.37
82.90
(Sumber: Anonim, 1989)
Menurut Gandhi (2010) hasil uji nilai kalor briket arang tongkol jagung dengan bahan perekat tepung kanji menyatakan bahwa semakin banyak komposisi perekat, nilai kalornya semakin rendah. Pada penelitian ini penulis menggunakan 20% perekat guna menambah ketahanan briket yang akan dihasilkan. Mampu meningkatkan ikatan antar partikel pada tekanan rendah yang diberikan pada saat pengempaan briket.

5.    Tekanan
 Beban penekanan yang besar mengakibatkan kepadatan (bulk density) dari briket semakin bertambah besar yang mengakibatkan kekuatan mekanik semakin kuat, namun pada kondisi tertentu penambahan tekanan akan merusak struktur bahan dasar yang mengakibatkan nilai kekuatan mekanik turun (Subroto, 2007).
6.    Briket
Breket arang  merupakan bahan bakar padat yang mengandung karbon mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat menyala dalam kurun waktu yang relatif lama. Briket arang adalah gumpalan-gumpalan atau batangan –batangan arang yang terbuat  dari bioarang (bahan lunak).  Pembuatan briket arang dari limbah pertanian dapat dilakukan dengan bahan pengikat (perekat), dimana bahan baku diarangkan terlebih dahulu kemudian ditumbuk, dicampur bahan perekat, dicetak dengan sistem hidrolik mamupun manual dan selanjutnya dikeringkan. Kualitas briket bioarang juga ditentukan oleh bahan penyusunnya, sehingga mampu mempengaruhi kualitas nilai kalor, kadar air, kadar abu, kadar bahan penguap.
Briket adalah perubahan bentuk material yang pada awalnya berupa serbuk atau bubuk berukuran pasir menjadi material yang lebih besar dan mudah dalam penanganan dan penggunaannya.  Perubahan ukuran material tersebut dilakukan melalui proses penggumpalan dengan penekanan dan penambahan bahan  pengikat (Suganal, 2008). Briket yang kualitasnya baik adalah briket yang memiliki kadar karbon tinggi dan kadar abu yang rendah, karena dengan kadar kakrbon yang tinggi maka energi yang dihasilkan tinggi (Mariyani dan Rumijati, 2004)
Menurut Hartoyo dan Rohadi (dalam Capah 2007), briket arang adalah arang yang kayu yang diubah bentuk, ukuran dan kerapatannya dengan cara mengempa campuran serbuk dengan bahan pengikat (perekat). Tsoumis (1991), mengemukakan bahwa briket juga dapat terbuat dari residu berkarbon, dan digunakan untuk pembakaran dan kegunaan lain yang berhubungan. Arang dalam bentuk briket memiliki kelebihan dibandingkan dalam bentuk arang.  Menurut  Hendra (dalam Capah, 2007) keuntungan dari briket sebagai berikut:
a.    Memiliki bentuk seragam dan lebih padat serta memperkecil tempat penyimpanan.
b.    Kualitas pembakaran lebih baik.
c.    Bahan baku tidak terikat pada satu jenis tempurung kelapa saja, hampir seluruh jenis kayu maupun tumbuhan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan briket arang.
d.   Bahan baku mudah diperoleh.

2.2   Karakteristik Briket Arang
1.    Kadar Air
Penetapan kadar air merupakan suatu cara untuk mengukur banyaknya kandungan air yang terdapat didalam suatu bahan. Kadar air sampel ditentukan dengan cara sampel (briket) ditimbang dengan timbangan analitik dengan berat bahan dalam cawan alluminium yang telah diukur bobot keringnya secara teliti, kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 1000C selama 2 jam. Selanjutnya sampel didinginkan selama 4 jam dan ditimbang kembali.  Kadar air briket adalah perbandingan antara berat basah (sebelum di oven) briket dengan berat kering (setelah di oven) briket tersebut.
Prosedur perhitungan kadar air  menggunakan standar ASTM D 1762-84 dapat dihitung sebagai berikut:
KA (%) ={( b-c)/b)} x 100%                                                               (1)
Keterangan:
b: berat sampel mula-mula (gram)
c: berat sampel setelah di ovenn (gram).

2.    Densitas
Densitas  merupakan kerapatan dari bahan yang terdapat dalam wadah maupun diluar wadah (cetakan). Densitas dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti permukaan bahan,  ukuran bahan, bentuk dan geometri bahan, serta bentuk wadah dan padatan (Lewis dalam Suwedo, 2010). Menurut Haygreen dan Bowyer (dalam Pabisa, 2013)  menyatakan bahwa densitas adalah perbandingan antara kerapatan kayu (antara dasar berat kering tanur dan volume kadar air yang telah ditentukan dengan kerapatan air pada suhu 1000C.  Nilai densitas rendah mempunyai keterbatasan dalam pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan bahan bakar (briket bioarang). Semakin besar densitas maka volume atau ruang yang diperlukan lebih kecil untuk massa yang sama densitas menentukan kualitas briket. Angka yang tinggi menunjukkan kekompakkan briket (Saputro at.al, 2012). Densitas briket arang dipengaruhi oleh tekanan konpaksi. Menurut Gandhi (2010) pengujian densitas dilakukan dengan menimbang berat briket, kemudian diukur tinggi dan diameter briket tersebut, kemudian dikalikan hasilnya.  Prosedur perhitungan densitas dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
                                                                             (2)
Keterangan
  : densitas (gram/cm3)
m : massa briket (gram)
v  : volume briket(cm)              v =Л r2 t (cm3).
Nilai densitas menentukan kualitas briket yang dihasilkan. Semakin besar nilai densitas maka volume ruang yang diperlukan lebih kecil untuk massa yang sama.

3.    Stabilitas
Stabilitas adalah pengujian untuk mengetahui perubahan bentuk dengan mengukur  briket sampai briket mempunyai ketetapan ukuran dan bentuk stabil. Pengujian stabilitas digunakan untuk mengetahui perubahan bentuk dan ukuran dari briket sampai rentang waktu tertentu. Briket diukur dari dimensi awalnya setelah keluar dari cetakan. Pengukuran diulang setiap jam pada hari pertama dan setiap 24 jam hingga hari yang telah ditentukan menggunakan jangka sorong (Widayat, 2008).
Tingkat kesetabilan yang dimaksud adalah seberapa lama briket arang akan mengalami  perubahan bentuk dan ukuran yang terjadi mulai pertama kali briket keluar dari cetakan hingga briket stabil. Menurut Ndiema at.al (2002) prosedur perhitungan stabilitas briket arang dengan menggunakan rumus:
                                                                     (4)
Keterangan:
SK : Stabilitas ketebalan (%)
K1 : Ketebalan briket setelah keluar dari cetakan (mm)
K2 : Ketebalan briket saat pengukuran setelah jangka waktu tertentu (mm).
                                                                  (5)
Keterangan :
SD : Stabilitas  diameter (%)
D1 : Diameter briket sesaat setelah keluar dari cetakan (mm)
D2 : Diameter briket saat pengukuran setelah jangka waktu tertentu (mm).

4.    Drop Test
            Menurut Widayat (2008) drop test dilakukan untuk menguji ketahanan briket terhadap  benturan pada permukaan keras dan datar ketika dijatuhkan. Berat bahan yang hilang atau lepas dari briket diukur dengan timbangan digital dengan ketelitian 1/10.000 gram.  Menurut Grocowicz (1998) kualitas bahan bakar padat (briket) pada  waktu perlakuan pengujian drop test  partikel yang hilang dari briket tidak lebih dari 4%. Semakin sedikit partikel yang hilang dari briket pada saat pengujian drop test, maka mutu briket semakin bagus. Briket ditimbang dengan menggunakan timbangan untuk mengetahui berat awalnya, kemudian briket dijatuhkan pada ketinggian 1 meter yang dimana landasan atau lantainya harus benar-benar halus dan datar. Setelah dijatuhkan, briket ditimbang kembali untuk mengetahui berat setelah dijatuhkan, kemudian berat awal  dikurangi berat briket setelah dijatuhkan dari ketinggian 1 meter.
Prosedur perhitungan Drop Test briket menggunakan standar ASTM D 440-86 R02 dengan rumus:
                                                                     (6 )
Keterangan:
A : berat briket sebelum dijatuhkan (gram)
B : berat briket setelah dijatuhkan (gram)

Y
 
                                                                                          1 m








lantai
    Gambar 1. Pengujian drop test
                            (Sumber: Widayat, 2008)

2.3    Hasil Penelitian Yang Relevan
Menurut Gandhi  (2010) dalam pengaruh variasi jumlah campuran perekat terhadap karakteristik briket arang tongkol jagung menyimpulkan bahwa dari hasil pengujian yang diketahui bahwa semakin banyak campuran perekat,  daya tahan briket terhadap benturan semakin besar. Semakin tinggi komposisi perekat maka kadar air yang dihasilkan semakin tinggi pula. Dengan persentase yang digunakan antara tongkol jagung dan perekat adalah 0%, 4%, 6% dan 8%. Dimana komposisi campuran terbaik bila dilihat dari daya tahan briklet terhadap benturan adalah briket dengan komposisi perekat 6% dan 8% yaitu dari uji stabilitas terlihat bahwa penambahan ukuran diameter dan  tingginya relatif kecil yaitu 0,15 mm, untuk diameter sebesar 0,32%, densitas sebesar 0,63% dan kadar air sebesar 6,9 – 11,1%.
2.4      Kerangka Pikir
Untuk menjadikan tempurung kelapa dan kulit buah kakao lebih bermanfaat dan bernilai ekonomi, maka diperlukan suatu teknologi untuk mengubah limbah ini menjadi  briket. Untuk mengoptimalkan penggunaan limbah tempurung kelapa dan kulit buah kakao menjadi bahan bakar alternatif sebagai pengganti minyak tanah maupun gas, maka diperlukan efektifitas dan efisiensi dari bahan bakar alternatif tersebut.
 Melalui penelitian ini, peneliti akan melakukan analisis  sifat fisis briket arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao. Melalui proses penyiapan bahan (tempurung kelapa dan kulit kakao), pengeringan bahan, pengarangan dan penggilingan bahan, menimbang bahan sebelum pencampuran, pengadukan bahan, pencetakan, pengeringan, analisis penelitian (sifat fisik dan sifat mekanik, kesimpulan. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Limbah Pertanian
 
                                                                                                  
Tempurung Kelapa
Kulit Kakao
Energi Biomassa
Briket
Analisis penelitian
1.    Sifat fisik (kadar air dan densitas)
2.    Sifat mekanik (drop test  dan stability)











Gambar 2.  Bagan kerangka pikir






BAB III
METODE PENELITIAN

3.1    Jenis Penelitian
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah menggunakan eksperimen dan metode  deskriftif. Dimana metode ini merupakan salah satu metode penelitian yang mengadakan kegiatan percobaan untuk melihat suatu hasil dan hasil ini akan menegaskan kedudukan hubungan antara variabel-variabel yang diteliti.
3.2    Waktu dan Lokasi Penelitian
Waktu pelaksanaan penelitian  dimulai pada bulan Januari  2015, perancangan dan penelitian dilakukan di Laboratorium Pengukuran Fakultas Sains Universitas Cokroaminoto Palopo.
3.3    Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat kompaksi gulir manual, cetakan briket dengan diameter 3 cm dan tinggi 1,4 cm,  timbangan digital, saringan, jangka sorong, meteran/mistar, wadah pengarangan, baskom, pengaduk, gelas ukur.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah pertanian seperti  tempurung kelapa,kulit buah kakao dan perekat (tepung kanji).
3.4    Langkah Pengujian
1.  Proses pengolahan bahan baku sebelum menjadi briket
a.    Bahan baku diambil dari limbah pertanian (tempurung kelapa dan kulit kakao).
b.    Tempurung kelapa dan kulit buah kakao dijemur hingga kering.
c.    Melakukan proses pengarangan dengan membakar tempurung kelapa dan kulit buah kakao.
d.   Tempurung kelapa dan kulit buah kakao yang telah diarangkan kemudian ditumbuk ataupun digiling.
e.    Setelah melakukan penghalusan terhadap bahan (tempurung kelapa dan kulit buah kakao) maka dilakukan pengayakan sehingga diperoleh serbuk dari kedua bahan tersebut.
2. Proses Pembuatan Briket
Bahan yang telah diayak lalu dicampur dengan perbandingan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao berturut-turut 75%:25%, 50%:50%, 25%:75%  dalam 100 gram bahan, selalnjutnya dicampur dengan bahan perekat tepung tapioka sebanyak 20% dari berat briket. Berat arang tempurung kelapa, arang kulit kakao dan tepung tapioka pada masing-masing perlakuan perbandingan dapat dilihat pada tabel.
Tabel 4. Komposisi  bahan baku pada setiap perlakuan
Perlakuan
Komposisi bahan (%)
Arang tempurung kelapa (gram)
Arang kulit kakao (gram)
Tepung tapioka (gram)
Adonan (gram)
A
75 : 25
75
25
20
120
B
50 : 50
50
50
20
120
C
25 : 75
25
75
20
120

a.    Pembuatan briket menggunakan metode menekan (pressure). Cetakan dengan diameter 3 cm dan tinggi 1,4 cm.
b.    Campuran adonan briket ditimbang dahulu sebelum melakukan proses pencetakan.
c.    Memasukkan bahan yang telah ditimbang kedalam cetakan
d.   Dalam proses pengkompaksian ditahan selama 2 menit dan briket dikeluarkan dari cetakan.
e.    Melakukan pengujian sifat fisik dan sifat mekanik pada briket.
f.     Mengumpulkan data dan menuliskan kedalam tabel pengamatan.

3.5    Metode Pengujian
1.    Pengujian Kadar Air
Pengujian kadar air menggunakan metode ASTM D 1762-84. Alat yang digunakan dalam pengujian adalah oven, cawan dan timbangan digital. Penentuan kadar air dilakukan untuk setiap sampel pada setiap kali ulangan. Prosedur pengujian kadar air dilakukan dengan mengambil sampel yang akan di uji dan menimbangnya sebagai berat awal (mula-mula). Sampel tersebut diletakkan dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Cawan yang telah di isi sampel tersebut dipanaskan di dalam oven bersuhu 1000C selama 1 jam. Kemudian cawan diangkat dengan menggunakan penjepit dan didinginkan selama 4 jam dan kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air dihitung menggunakan metode ASTM D 1762-84.
2.    Pengujian Densitas
Pengujian densitas berdasarkan metode (Gandhi, 2010) prosedur pengujian densitas dilakukan dengan membuat contoh uji dengan mengeringkannya didalam oven pada temperatur 1000C selama 1 jam sampai diperoleh berat konstan sebagai berat kering. Sampel yang kering tersebut diukur tinggi dan diameternya, langkah berikutnya adalah menghitung volume sampel, kemudian berat kering dibagi dengan volume.
3.    Pengujian Stabilitas
Pengujian stabilitas berdasarkan metode (Ndiema at.al, 2010). Alat yang digunakan dalam pengujian stabilitas adalah jagka sorong. Pengujian ini dilakukan pada saat awal briket keluar dari cetakan sampai waktu 10 hari, pada saat briket keluar dari cetakan, mengukur diameter dan tinggi dari briket. Kemudian mengukur  kembali secara bertahap dari hari ke-1 sampai  hari ke-10. Berdasarkan  pengukuran briket selama 10 hari, akan terlihat terjadinya perubahan bentuk dan ukuran dari briket.
4.    Pengujian Drop Test                          
Pengujian drop test menggunakan metode ASTM D 440-86 R02. Mula-mula spesimen ditimbang menggunakan timbangan digital untuk menentukan berat awal kemudian briket dijatuhkan dari ketinggian 1 meter pada permukaan halus dan datar. Setelah dijatuhkan, spesimen ditimbang ulang untuk mengetahui berat yang hilang. Kita dapat mengetahui kekuatan spesimen terhadap benturan. Apabila partikel yang hilang terlalu banyak berarti spesimen yang dibuat tidak tahan terhadap benturan.
Berikut adalah tabel pengujian dan tempat yang digunakan dalam pengujian.




Tabel 5.Metode Pengujian
No
Sifat Briket
Jenis Pengujian
Metode
Tempat Pengujian
1
Sifat Fisik
Kadar air
ASTM D 1762-84
Lab. Pengukuran F-Sains Universitas Cokroaminoto Palopo
Densitas
Gandhi, 2012
2
Sifat   Mekanik
Drop test
ASTM D 440-R02
Lab. Pengukuran F-Sains Universitas Cokroaminoto Palopo
Stabilitas
Ndiema, dkk 2002

3.6   Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan eksperimen. Bahan baku tempurung kelapa dan kulit buah kakao sebelum proses penekanan tidak dilakukan proses pemanasan pada cetakan namun hanya variasi komposisi bahan  arang tempurung kelapa: arang kulit kakao masing-masing        (75:25, 50:50, 25:75)  pada proses pengolahan bahan pembuatan briket arang.
Pengambilan data dalam penelitian ini dengan cara pengujian beberapa sampel. Pengujian sampel meliputi:
a.    Sifat fisik (kadar air dan densitas)  pada briket tempurung kelapa: kulit buah kakao
b.    Sifat kekuatan mekanik pada briket tempurung kelapa: kulit buah kakao yaitu drop test dan stabilitas.
c.    Pengujian data menggunakan lembar tabel penelitian untuk mempermudah dalam pengolahan hasil pengujian .
Tabel 6. Spesimen pengujian sifat fisik dan sifat mekanik
Jenis Pengujian
Variasi perbandingan komposisi bahan (%)
Jumlah spesimen
75:25
50:50
25:75
Kadar air




Densitas




Drop test




Stabilitas




Total spesimen




  

 

Tabel 7.  Pengujian densitas dan drop test
Perbandingan komposisi bahan (%)
Pengujian
D
T
Densitas
Drop test
75:25




50:50




25:75




Keterangan:
D         : diameter (mm)
T          : tinggi (mm)

Tabel 8. Pengujian stabilitas briket arang
Hari

Perbandingan bahan (%)
75 : 25
50 : 50
25 : 75
D
T
D
T
D
T
1







2







3







4







5







6







7







8







9







10







Keterangan :   
D : diameter
T : tinggi
3.7         Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang bersifat kuantitatif yang masih berupa angka-angka. Angka-angka tersebut akan menjelaskan tentang perbandingan sifat fisik dan sifat mekanik dengan variasi komposisi bahan. Setelah terkumpul kemudian data dipaparkan melalui tabel dan digambarkan dalam bentuk grafik dan dideskripsikan untuk menggambarkan ketahanan densitas briket barang tempurung kelapa dan arang kulit kakao.



BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1.Hasil Penelitian
1.      Pengujian Kadar Air
Berdasarkan hasil analisa  dapat dilihat bahwa perbedaan komposisi bahan bakar memberi pengaruh terhadap kadar air briket yang dihasilkan. Untuk melihat perbedaan pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air diperoleh hasil seperti yang tertera pada tabel.
Tabel 9.  Hasil uji komposisi bahan pembuat briket terhadap kadar air.
Sampel
Kadar air (%)
Komposisi bahan
75:25
50:50
25:75
1
15,49
14,40
13,44
2
15,51
14,44
13,44
3
16,27
14,44
13,50
4
15,54
14,40
13,44
5
15,50
14,43
13,47
6
15,56
14,44
13,41
7
15,56
14,45
13,46
8
15,51
14,47
13,48
Rata-rata
15,62
14,43
13,46

Berdasarkan  tabel 10. dapat dilihat bahwa nilai kadar air terendah sebesar 13,46% terdapat pada perlakuan komposisi arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (25:75). Nilai kadar air tertinggi berkisar 15,62% terdapat pada perlakuan komposisi arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (75:25). Kadar air yang tinggi dipengaruhi oleh jumlah pori-pori masih cukup banyak dan mampu menyerap air. Berdasarkan  tabel dapat dilihat bahwa perlakuan dengan komposisi arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (75:25) memberikan pengaruh yang berbeda pada perlakuan komposisi 50:50 dan berpengaruh nyata terhadap perlakuan dengan komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (25:75)




Tabel 10. Kadar air
Komposisi bahan
Kadar Air (%)
75 : 25
15,62
50 : 50
14,43
25 : 75
13,46

Hubungan komposisi bahan pembuatan briket terhadap kadar air dapat dilihat pada gambar  berikut:
Gambar 3. Diagram  antara komposis bahan pembuat briket arang terhadap kadar air

Berdasarkan gambar dapat kita lihat bahwa kadar air semakin rendah  ketika jumlah arang kulit kakao semakin bertambah. Hal ini disebabkan perbedaan luas permukaan bahan pembuat briket sehingga mempengaruhi jumlah kadar air. Penurunan kadar air dipengaruhi oleh komposisi bahan bakar pembuat briket. Perbedaan komposisi ini menghasilkan luas permukaan briket yang berbeda sehingga memberi pengaruh dalam penyerapan kadar air pada briket yang dibuat.

2.      Pengujian Stabilitas
Briket dibuat dengan perlakuan komposisi arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao mulai dengan perbandingan komposisi 75:25, 50:50, dan 25:75, kemudian ditekan (kompaksi) dengan alat kompaksi manual dan lama penahanan selama 2 menit, kemudian dilakukan pengukuran stabilitas  dengan cara mengukur diameter dan tinggi briket setiap hari, mulai dari briket keluar dari cetakan hingga hari ke sepuluh menggunakan jangka sorong dengan ketelitian alat 0,02mm. Penelitian ini bermanfaat dalam proses pengemasan maupun penyimpanan sebelum briket digunakan.
Tabel 11. Hasil uji stabilitas ketebalan dengan komposisi variasi bahan dalam persen.
Hari ke-
Komposisi bahan (%)
(75:25)
(50:50)
25:75)
0
0
0
0
1
6,032
0,838
0,432
2
6,126
1,873
0,837
3
6,175
1,049
0,453
4
6,207
1,092
0,500
5
6,235
1,124
0,539
6
6,278
1,170
0,575
7
6,306
1,202
0,589
8
6,331
1,209
0,589
9
6,331
1,209
0,589
10
6,331
1,209
0,589

Dari data diatas maka dapat dibuat grafik hubungan antara stabilitas ketebalan  dengan variasi komposis bahan.
Gambar 4. Grafik hubungan stabilitas ketebalan dengan hari pengujian.
            Gambar 4. berisi tentang hubungan antara persentase perubahan stabilitas ketebalan briket arang tempurung kelapa:arang kulit kakao dengan lamanya hari hingga briket mengalami kesetabilan bentuk. Terlihat persentase ketebalan briket meningkat seiring lamanya waktu. Berdasarkan gambar 4.2, terlihat persentase stabilitas ketebalan briket cenderung  mulai stabil pada hari ke-7. Persentase rata-rata perubahan stabilitas ketebalan briket tertinggi terdapat pada komposisi arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (75:25) sebesar 5,67%. Sedangakan persentase perubahan stabilitas ketebalan briket dengan  komposisi arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (50:50) sebesar  1,09%, dan persentase terendah sebesar 0,52% yaitu pada komposisi arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (25:75).
Dengan melakukan pengujian stabilitas diameter. Adapun hasil  uji stabilitas diameter yang  diperoleh sebagai berikut :
Tabel 12. Hasil uji stabilitas diameter dengan variasi komposisi bahan dalam persen
Hari ke-
Komposisi bahan (%)
75:25
50:50
25:75
0
0
0
0
1
0,101
0,052
0,031
2
0,138
0,065
0,046
3
0,161
0,077
0,061
4
0,178
0,087
0,074
5
0,200
0,097
0,084
6
0,213
0,103
0,092
7
0,216
0,103
0,094
8
0,216
0,103
0,094
9
0,216
0,103
0,094
10
0,216
0,103
0,094

            Dari data di atas maka dapat dibuat grafik hubungan antara stabilitas diameter briket dengan variasi komposisi bahan.
Gambar 5. Grafik hubungan stabilitas diameter dengan hari pengujian
Tabel dan grafik di atas berisi tentang hubungan antara persentase perubahan stabilitas diameter briket  dengan komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao dengan lamanya hingga briket mengalami kesetabilan. Terlihat persentase perubahan stabilitas diameter briket cenderung mengalami perubahan. Berdasarkan gambar 5, terlihat persentase stabilitas diameter briket cenderung  mulai stabil mulai dari hari ke-6. Persentase rata-rata perubahan  stabilitas diameter tertinggi briket terdapat pada komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (75:25) sebesar 0,19 %, sedangkan persentase perubahan stabilitas diameter terendah briket terdapat pada komposisi bahan arang tempurung kelapa: arang kulit kakao (25:75) sebesar 0,08%. Persentase perubahan stabiliats diameter briket arang dengan komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kullit kakao (50:50) sebesar 0,09%.
Kesetabilan ukuran terjadi dikarenakan ikatan antaran partikel yang atu dengan yang lainnya (saling mengikat) akibat dari pengkompaksian serta penambahan bahan perekat pada briket. Kesetabilan ukuran dikarenakan partikel dalam briket mengalami titik jenuh elastisitas.

3.    Pengujian Drop Test
Tabel 13. Hasil uji drop test briket arang tempurung kelapa:arang kulit kakao
Sampel
partikel yang hilang (%)
perbandingan bahan (%)
(75:25)
(50:50)
(25:75)
1
0,910
0,054
0,089
2
0,910
0,054
0,036
3
0,101
0,018
0,018
4
0,819
0,000
0,000
5
0,091
0,090
0,018
6
0,091
0,036
0,000
7
0,027
0,018
0,009
8
0,055
0,090
0,000
rata-rata
0,376
0,045
0,021

Berdasarkan data di atas, maka dapat dibuat grafik hubungan antara drop test dengan perbandingan komposisi bahan.
Gambar 6. Grafik hubungan drop test dengan komposisi bahan

Berdasarkan hasil pengujian drop test yang telah dilakukan persentase drop test terkecil adalah pada komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (25:75) sebesar 0,021%. Drop test tertinggi terdapat pada komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (75:25) sebesar 0,376% dan uji drop test briket arang tempurung kelapa:arang kulit kakao dengan komposisi bahan 50:50 sebesar 0,045%. Kualitas arang briket pada waktu pengujian drop test, partikel yang hilang tidak melebihi 4% (Grochowicz, 1998). Semakin sedikit jumlah partikel yang hilang pada pengujian drop test, maka kualitas ketahanan  briket semakin baik.
Hasil analisis menunjukkan bahwa adanya pengaruh variasi komposisi bahan briket serta penambahan bahan perekat terhadap kualitas briket pada uji drop test. Faktor yang mempengaruhi terlepasnya partikel  briket pada uji drop test adalah posisi briket pada saat mendarat dilantai. Apabila posisi pendaratan pertama menyentuh lantai adalah daerah rapuh (samping)  maka partikel briket yang terlepas akan lebih banyak dibandingkan dengan yang pertama menyentuh lantai pada bagian tengah.
Uji drop test bertujuan untuk mengetahui ketahanan briket terhadap benturan dengan benda keras sehingga berguna pada saat proses pengemasan dan penyimpanan.
Daerah terkuat terkuat

Daerah rapuh
  Gambar 7. Daerah terkuat dan rapuh terhadap benturan
       ( Sumber: Widayat 2009).
4.      Pengujian  Densitas
Tabel 14. Hasil uji densitas briket arang tempurung kelapa: arang kulit kakao

Komposisi bahan
Densitas (gr/cm3)
Sampel
1
2
3
4
5
6
7
8
Rata-rata
75:25
1,026
1,026
1,017
1,130
1,025
1,021
1,031
1,028
1,028
50:50
1,107
1,109
1,106
1,108
1,106
1,108
1,107
1,108
1,107
25:75
1,135
1,127
1,128
1,023
1,132
1,128
1,128
1,127
1,116

Berdasakan data di atas, maka dapat dibuat grafik hubungan antara densitas  dengan komposisi bahan sebagai berikut:
   Gambar 8. Grafik hubungan densitas  dengan variasi  komposisi bahan

Dalam gambar 8. menunjukkan nilai densitas terbesar  pada komposisi bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao (25:75) sebesar 1,116 gr/cm3, dan densitas terkecil terdapat pada komposisi bahan 75:25 sebesar 1,028 gr/cm3. Densitas dengan kompopsisi bahan 50:50 adalah sebesar 1,107 gr/cm3.
Saat briket keluar dari cetakan akan mengalami pertambahan volume. Semakin besar pertambahan volume, maka semakin kecil densitas dari briket. Hasil pengujian menunjukkan bahwa briket terbaik dengan   bahan arang tempurung kelapa:arang kulit kakao  pada komposisi 25:75.  Hal ini sejalan dengan hasil pengujian densitas yang menunjukkan hasil terbaik pada komposisi bahan 25:75. Nilai densitas yang rendah mempunyai keterbatasan dalam pengemasan, penyimpanan bahan bakar briket. Semakin tinggi densitas, maka volume atau ruang yang diperlukan lebih kecil untuk massa yang sama.

4.2. Pembahasan Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan diantaranya uji fisik (kadar air dan densitas) dan uji mekanik (stabilitas dan drop test). Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu anallisis sifat fisis briket  arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao dengan menguji sifat fisik (kadar air dan densitas) dan sifat mekanik (stabilitas dan drop test) briket.
Tabel 15. perbandingan antara standar pengujian dengan hasil pengujian
No
Sifat karakteristik
Jepang
USA
Inggris
Indonesia
Hasil pengujian
Memenuhi/tidak memenuhi
1
Kadar air
6-8
6,2
3,6
7,57
14,50 %
-
2
Densitas
1,0-1,2
1
0,48
0,44
0,891 gram/cm3
ü   
3
Stabilitas
-
-
-
-
7 hari (stabil)
ü   
4
Drop test
-
-
-
-
0,013 (%)
ü   
Sumber: Hendra (2003)
 Keterangan:
ü    = memenuhi,
 -          = tidak memenuhi.     
Berdasarkan perbandingan standar pengujian dengan hasil pengujian yang memenuhi standar diantaranya stabilitas, drop test dan densitas. Sedangkan yang tidak memenuhi kriteria standar pengujian adalah kadar air. Kandungan kadar air yang tinggi dipengaruhi oleh tingginya jumlah bahan perekat yang digunakan dalam proses pembuatan adonan sebesar 20%. Perhitungan pengujian kadar air diperoleh bahwa kandungan kadar air pada masing-masing komposisi rata-rata sebesar 14,50 %. Hasil ini tidak memenuhi standar yang ditetapkan oleh Jepang yaitu 6-8 %, dan standar yang ditetapkan oleh Indonesia yaitu 7,75 %.
 Berdasarkan pengujian stabilitas yang telah dilakukan, terlihat persentase stabilitas ketebalan briket  rata-rata stabil terjadi mulai hari ke- 7. Persentase stabilitas ketebalan briket tertinggi terdapat pada komposisi bahan 75:25 (arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao) sebesar 5,669 % , sedangkan perubahan stabilitas ketebalan briket terendah terdapat pada komposisi bahan 25:75 (arang tempurung kelapa dan arang kulit  kakao) sebesar 0,517 %. Persentase perubahan stabilitas-diameter tertinggi briket terdapat pada komposisi bahan 75:25 (arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao) sebesar 0,186%, sedangkan persentase perubahan stabilitas diameter terendah briket terdapat pada komposisi bahan 25:75 (arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao) sebesar 0,076 %. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widayat (2008) bahwa dalam jangka waktu kurang dari 10 hari briket harus stabil. Jika melebihi jangka waktu 10 hari, maka briket dapat dikatakan gagal.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian stabilitas ketebalan dan stabilitas diameter terbaik terdapat pada komposisi bahan 25:75 (arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao) dikarenakan kandungan pektin pada arang kulit kakao yang berfungsi sebagai perekat alami mampu mengikat dengan baik, sehingga mampu mengikat serbuk briket lebih kuat. Kestabilan ukuran juga terjadi dikarenakan ikatan antar partikel yang satu dengan yang lainnya (saling mengikat) akibat dari kompaksi pada briket. Hasil pengujian yang lain yaitu pengujian drop test. Berdasarkan pengujian drop test yang telah dilakukan, persentase drop test  terkecil adalah pada kompsisi bahan 25:75 (arang tempurung kelap dan arang kulit kakao) sebesar 0,021 %. Drop test terbesar terdapat pada komposisi bahan 75:25 (arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao) sebesar 0,376 %. Ikatan partikel pektin dapat mengikat dengan baik seiring dengan bertanbahnya komposisi arang kulit kakao. Kualitas bahan bakar pada waktu pengujian drop test, partikel yang hilang tidak melebihi 4%. Semakin sedikit jumlah partikel yang hilang, maka kualitas briket semakin baik (Grocowicz , 1998).
Berdasarkan pengujian densitas yang telah dilakukan, nilai densitas tertinggi terdapat pada komposisi bahan 25:75 (arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao) sebesar 1,129 gr/cm2 dan densitas terkecil terdapat pada komposisi bahan 75:25 (arang tempurung kelapa dan arang kulut kakao) sebesar 1,025 gr/cm2. Hasil variasi komposisi bahan menunjukkan bahwa adanya pengaruh dengan variasi komposisi terhadap densitas yang dihasilkan. Setelah briket keluar keluar dari cetakan akan mengalami pertambahan volume. Semakin besar pertambahan volume maka densitas semakin kecil.  Dengan menggunakan perekat sebanyak 20 % mampu mampu  meningkatkan ikatan antar partikel bahan serta meningkatkan ketahanan briket yang dihasilkan.

























BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1    Kesimpulan
Penambahan arang kulit  kakao mampu meningkatkan kerapatan dan ketahanan briket terhadap benturan pada uji drop test  serta menurunkan kadar air dari briket arang yang dihasilkan. Campuran perekat yang tinggi berpengaruh terhadap ketahanan briket terutama pada stabilitas (ketebalan dan diameter) dan ketahanan terhadap benturan (drop test). Dengan komposisi bahan perekat  yang tinggi berpengaruh terhadap kadar air. Dengan perbandingan komposisi bahan dari tiga perlakuan diperoleh perbandingan yang baik pada komposisi bahan arang tempurung kelapa dan arang kulit kakao (25:75). Dikarenakan pada setiap pengujian (kadar air, densitas, stabilitas  dan drop test)  yang dilakukan diperoleh hasil dengan penambahan arang kulit kakao mampu mengurangi kadar air, meningkatkan densitas, serta ketahanan briket  pun bertambah.

5.2   Saran
Saran yang dapat diberikan sehubungan tentang penelitian pembuatan briket adalah peneliti menyarankan bahwa untuk mendapatkan kualitas briket yang baik, sebaiknya menggunakan alat cetak hidrolik agar tekanan pengempaan (kompaksi) maksimal. Apabila menggunakan perekat tepung kanji yang banyak, maka adonan  briket menjadi encer dan liat sehingga sulit dipadatkan (kompaksi) sehingga kadar air yang dihasilkan tinggi. Serta penelitian lebih lanjut terhadap karakteristik bahan baku yang lain, untuk menghasilkan bahan bakar yang memenuhi standar pengujian.








DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1989. Penelitian Pemanfaatan Sagu Sebagai Bahan Perekat. Medan: Hasil Penelitian Industri DEPERWUAG

Anonim. 1993. Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS). Provinsi Sulawesi Selatan. Ujung Pandang

Anonim, 2000. Sambutan Menteri Kehutanan dan Perkebunan pada Seminar Nasional Kehutanan Masa Depan Industri Hasil Hutan (kayu) di Indonesia. Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Jakarta.

Anonim, 2009. Energi dan Biomassa : Potensi, Teknologi dan Strategi. http// Suyitno. Pengaruh Staff.UNS.ac.id/2009/07/27/Energi Dari Biomassa – Potensi Teknologi Dan Strategi.pdf. ( 6 Juli 2014 ).

Capah, A.G. 2007. Pengaruh Konsentrasi Perekat dan Ukuran Serbuk Terhadap Kualitas Briket Arang dari Limbah Pembalakn Kayu Mangiun ( acacia mangiun ) (skripsi). Medan. Departemen Kehutanan . Fakultas Pertanian Universitas Sumatra Utara.

Gandhi, A. 2010. Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat. Jurnal Profesional. Vol.8. no.1. hal.1.12. Semarang: SMKN 7 Semarang.

Hartoyo. 1983. Pembuatan Arang Dari Briket Arang Dari Serbuk Gergaji dan Limbah Industri Perkayuan. Bogor. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.

Haygreen.J.G dan J.L.Bowyer.1989.Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Diterjemahkan oleh Sutjipto A.Hadikusumo.UGM-press.Yogyakarta

Hendra dan Darmawan. 2000. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat dan Tekanan Kempa Terhadap Kualitas Briket Arang. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan

Ismun. 1993. Menjadikan Dapur Johanes Bioarang  Susunan  Bata Siap Pakai. Yogyakarta.

Jamilatun, S. 2011. Kualitas Sifat-sifat Penyalaan dari Pembakaran Briket Tempurung  Kelapa, Briket Serbuk Gergaji Kayu Jati, Briket sekam Padi, dan Briket Batu Bara. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia Kejuangan. Hal. 1-7 Yogyakarta: Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta

Josep, S., dan D. Hislop. 1981. Residu Briquetting in development Countries. London: Aplyed Science Publisher.

Kadir,A., 1995. Energi: sumber, Daya, Inovasi, Tenaga Listrik, Potensi Ekonomi. Cet.1. Edisi kedua/revisi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press)

Kurniawan,O. Dan Marsono, 2008. Superkarbon Bahan Bakar Alternatif Pengganti Minyak Tanah dan Gas. Cetakan 1. Peenebar Swadaya

Mariyani, Rumijati. 2004. Pengaruh Penambahan Bulu Ayam Terhadap Kandungan Karbon Briket Bioarang Sampah Pekarangan. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. Vol.5. no.2. hal.81-88

Masturin, A. 2002. Sifat Fisik dan Kimia Briket Arang dengan Campuran Arang Limbah Gergajian Kayu. Bogor. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Ndiema, C. K. W., Manga, P. N., Ruttoh, C. R. 2002. Influence of Die Pressure on Relaxation Characteristics of Briquetted Biomass.

Ndraha,N. 2009. Uji Komposisi Bahan Pembuatan Briket Tempurung Kelapa dengan Serbuk Kayu Terhadap Mutu yang Dihasilkan.  (online).http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/7528/1/10E00091.PDF, diakses 15 juli 2011)

Pabisa, Junaedy. 2013. Pembuatan Briket dari Limbah Sortiran Biji Kakao (theobroma cacao).[skripsi]. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Palungkun, R. 1999. Aneka Produk Olahan Kelapa. Bogor: Penebar Swadaya

Pari,G. 2002. Industri Pengolahan Kayu Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah. Bogor. Institut Pertanian Bogor

Pari,G. Dan Hartoyo, 1983. Beberapa Sifat Fisis dan Kimia Briket Arang dari Limbah Arang Aktif. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor

Reksohadipprojo,3., 1988. Ekonomi Energi. edisi 1. Yogyakarta : PAU Studi Ekonomi – Universitas Gadjah Mada

Saputro.D.D., Widayat.W., Rusiyanto., Saptoadi.H.,  Fauzan. 2012. Karakteristik Briket dari Limbah Pengolahan Kayu Sengon dengan Metode Cetak Panas. Seminar Nasional Aplikasi sains dan Teknologi. Periode III. Yogyakarta

Schuchart, F. 1996. Pedoman Teknis Pembuatan Briket Bioarang. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Dephut Sumatra Utara. Medan.

Sekianti, R. 2008. Analisa Teknik dan Finansial pada Produk Bahan Bakar Briket dari Cangkang Kelapa Sawit.www.indoskripsi.com  [1 Juli2014]

Silalahi, 2000. Penelitia Pembuatan Briket Kayu Dari Serbuk Gergajian Kayu. Bogor: Hasil Penelitian Industri DEPERINDAG.

Subroto. 2007. Karakteristik Pembakaran Briket Campuran Arang Kayu dan Jerami. [skripsi]. Fakultas Teknik. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.www.indoskripsi.com [9 juli 2014]

Sudibyo,K. 1980. Konversi Energi. Mencari Kemungkinan untuk Konservasi Energi pada Industri Kecil Pedesaan. Jakarta : Hasil-Hasil Lokakarya Konservasi Energi 24-25 September 1979, Departemen Pertambangan dan Energi Republik Indonesia. Jakarta.

Sudrajat,R., S.Soleh., Petunjuk Teknis Pembuatan Arang Aktif., Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Suganal. 2009. Rancangan Proses Pembuatan Briket Batu Bara Nonkarbonissasi Skala Kecil dari Batu Bara Kadar Abu Tinggi. Jurnal Teknologi Mineral dan Batu Bara. Volume 05 No. 13. Hal.17-30 Bandung: Puslitbang Teknologi Mineral dan Batu Bara (TERMIRA)

Suhardiyono, L. 1995. Tanaman Kelapa : Budidaya dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Kanisius.

Tono, E. 1997. Pedoman Membuat Perekat Sistesis. Jakarta: Rineka Cipta

Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl) dan Sengon (Paraserianthes Falcataria L. Nielsen) dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cacos nucifera L) [Skripsi ]. Bogor. Departemen Hasil Hutan. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of wood : Structure, Properties, Utilization, New york, Van Nostrand Rienhard.

Widayat,W.2008.Kajian Sifat Mekanis Briket Tongkol Jagung yang Dikompaksi dengan Tekanan Rendah. Jurnal Ilmiah Populer dan Teknologi Terapan. Vol.8, no.1, hal.1-12,. Semarang: SMK N7 Semarang.

Wijayanti, Diah Sundari. 2009. Karakteristik Briket Arang dari Serbuk Gergaji dengan Penambahan Arang Cangkang Kelapa Sawit. [skripsi]. Departemen ``kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatra Utara. Medan.

Yusuf, Andi Ardan. 2010. Kegunaan Briket Batu Bara.[Skripsi]. Fakultas Teknologi Industri. Universitas Muslim Indonesia. Jakarta.








                                                                                














Lampiran 1
                                        Penghitungan Kadar Air
Rumus kadar air :
keterangan :    
 b = berat sampel mula-mula (gram)
 c = berat sampel setelah di oven (gram)
contoh perhitungan :
Berikut ditunjukkan contoh perhitungan kadar air briket arang tempurung kelapa : arang kulit kakao dengan komposisi bahan 75:25
b = 13,005
c = 10,991
 
Kadar air (%) =
{(b-c)/c} x 100 %
Kadar air (%) =
{(13,005-10,991)/13,005} x 100 %
Kadar air (%) =
15,62













Lampiran 2
Penghitungan Stabilitas
Rumus stabiliatas :
 
keterangan:
T1 = tebal  briket setelah keluar cetakan (mm)
            T2 = tebal  briket saat pengukuran jangka waktu tertentu (mm)
 
keterangan:     
D1 = diameter briket setelah keluar cetakan (mm)
            D2 = diameter briket saat pengukuran jangka waktu tertentu (mm)
Contoh perhitungan
1.    Berikut akan ditunjukkan contoh perhitungan stabilitas pertambahan tinggi arang brikt tempurung kelapa : arang kulit kkao dengan komposisi 50:50
T1= 14,016
T2 = 14,132
 
 
 
 
2.    Berikut akan ditunjukkan contoh perhitungan stabilitas pertambahan tinggi arang brikt tempurung kelapa : arang kulit kkao dengan komposisi 50:50
D1= 30,012
D2 = 30,028
 
 
 


Lampiran 3
Penghitungan Drop Test

Rumus Drop Test
Keterangan :
A : berat briket sebelum dijatuhkan (gram)
B : berat briket setelah dijatuhkan (gram)
Contoh perhitungan:
Berikut ditunjukkan perhitungan drop test briket arang tempurung kelapa : arang kulit kakao dengan komposisi 25:75
A = 11.256
B = 11.246
   
 
   












Lampiran 4
Penghitungan densitas

Rumus densitas :
            Keterangan:
              : densitas (gram/cm3)
            m : massa briket (gram)
            v  : volume briket  (cm)              v = Л r2 t (cm3).
Contoh perhitungan
Berikut akan ditunjukkan contoh perhitunga densitas
m: 10,991
v: 10,708
           
           
           












































































































































































Lampiran 6
Foto Penelitian

 





Gambar 1. Arang tempurung kelapa






Gambar 4. Kulit kakao yang telah dikeringkan




Gambar 2. Arang tempurung kelapa





Gambar 5. Arang kulit kakao




Gambar 3. Penimbangan komposisi bahan


  B




Gambar 6. Adonan briket




 





Gambar 7. Briket setelah dicetak





Gambar 8. Pengukuran stabilitas ketebalan




Gambar 10. Pengukuran stabilitas diameter





Gambar 11. Uji drop test












1 komentar: